Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berhati-hatilah Dalam Memilih Guru

Berhati-hatilah Dalam Memilih Guru

Berhati-hati dalam memilih guru wajib kita laksanakan, karena gurulah yang nantinya akan menuntun kita dalam mengarungi kehidupan yang multi masalah, dan tidak hanya untuk dunia saja tetapi memilih guru juga adalah untuk keselamatan dan kebahagiaan kita di akhirat.

Dalam paparan ini, dijelaskan juga tentang kisah orang yang mengikuti jejak gurunya, sehingga kehindupannya selalu berkiblat pada gurunya terutama dalam akhlak kesehariannya.


Jaman sekarang berhati-hatilah mamiilih orang untuk dijadikan guru, ibarat memilih pesawat terbang tentu butuh pilot yang berpengalaman dan memang ahlinya, tidak mungkin seorang tukang becak bisa mengendalikan pesawat walaupun memiliki pengalaman puluhan tahun, atau memilih dokter tentu kita harus memilih yang memiliki izin jelas ilmunya, kalau tidak jelas berarti malpraktek, atau memilih insinyur harus jelas izinnya, maka kalau tidak memiliki izin, itu ilegal namanya, atau memilih pejabat harus jelas kredibel, berijazah dan memang ahli, seseorang sesuai dengan keahliannya, tetapi kenapa zaman sekarang dalam masalah agama mengambil dari sembarang orang? siapa saja masa bodoh! Tidak semua orang bisa kita dijadikan sebagai guru, lihat dulu orang tersebut mendapat ilmu dari siapa gurunya, pemahaman orang berbeda-beda dalam memahami kitab, maka lihat juga apakah pemahamannya sesuai dengan gurunya, bersambung dengan ahlak gurunya atau tidak. Berkata Imam Haddad bahwa seorang syekh adalah yang guru yang shaleh yang membimbing dengan tulus, menasihati tanpa pamrih, menjalankan thariqah dan mencicipi hakikat. Berkata Salaf: Ini adalah ilmu yang berisi syariat dan haqiqah, barang siapa yang tidak menjalankan syariat maka tidak akan pernah mendapatkan haqiqah. Berkata pula Imam As-Shodiq bahwa sungguh sesat orang yang tidak punya syekh untuk membimbing dia
Seorang syekh bagi murid seperti seorang yang memandikan mayat maka ikutilah syekh dengan sebenar benarnya, juga disifatkan bawah seorang murrabi adalah mengajak orang kepada Allah menyeru kepada Allah bukan kepada dirinya.

Diceritakan bahwa ada seorang muda yang kagum kepada Sayyidina Umar sehingga setiap hari selalu membuntuti dan kagum hingga Sayyidina Umar bertanya “Engkau mau cari Umar atau Tuhannya Umar”, ternyata perkataan tadi menyentuh hati pemuda tadi hingga ia sibuk beribadah, lama tidak terlihat Sayyidina Umar bertanya “Mana pemuda yang biasa mengikuti saya?”, setelah bertemu pemuda tadi, dia berkata “Saya sibuk dengan Tuhannya Umar sampai lupa kepada Umar”

Seorang anak bercerita bahwa ia memiliki guru yang alim, tawadlu’, istiqamah, mendengar itu si ayah berkata “Undang gurumu, ajak makan, aku ingin mengenalnya”, maka dipanggil guru tersebut ke rumah, sampai di rumah sang ayah membuka pintu “Siapa engkau?”, “Aku guru anakmu dan aku diundang oleh anakmu ke rumahmu. Si ayah malah berkata “Aku tidak mengundangmu, pergi kau!”, “Baik, saya minta maaf” maka ia pun pergi, lalu si ayah berkata pada anaknya: “Tadi gurumu datang dan aku mengusirnya, tolong panggilkan lagi, suruh dan bilang maafkan ayah tidak tahu”, setelah itu si guru datang lagi, si ayah yang membuka pintu lagi “Lho, kamu mau apa, datang lagi…pergi sana!”, maka ia pun pergi tanpa ada rasa kesal di hatinya, si ayah menyuruh anak memanggil lagi si guru, anak berkata kepada guru “Maafkan ayahku ia belum mengerti, kalau yang datang adalah engkau guruku” Maka datang lagi guru tersebut dan tetapi si ayah malah berkata “Engkau datang lagi.. pergi!”, terus seperti itu bolak balik datang diusir tetapi tidak mempunyai ganjalan di hatinya, hingga si ayah berkata “Sungguh inilah guru yang pantas engkau ikuti, ia memiliki akhlaq yang baik, maafkan aku tadi hanya mengujimu, dari mana engkau mendapatkan akhlaq tersebut?”, si guru malah beristighfar dan berkata “Astagfirullah, aku tidak punya akhlaq baik, aku hanya mengikuti kebiasaan anjing di kampungku, jika ia dipanggil ia datang, diusir maka ia pergi, jika ia diberi tulang ia datang, jika ia diusir ia pun akan pergi, ini belum seberapa, bukan akhlaq siapa-siapa”

Diceritakan juga bahwa Imam Malik bin Anas, guru Imam Syafiie mempunyai keilmuan dan akhlaq yang tinggi, hingga jika beliau ingin menyampaikan hadits Nabi, maka beliau mandi, memakai wewangian setelah itu baru menyebutkan hadits. Hingga suatu saat, ketika sedang mengajar. Muridnya melihat wajah Imam Malik berubah, kadang memerah lalu pucat, terus seperti itu hingga selesai majelis, setelah dilihat ternyata beliau digigit kalajengking 17 kali pada di punggung belakangnya, si murid bertanya kenapa engkau diam saja dan tidak mengusir dari gigitan pertama?, Imam Malik menjawab “Tidak mungkin aku memotong hadits Nabi, lebih baik saya mati dari pada memotong ucapan Nabi”.

Dikisahkan juga bahwa selama di Madinah Imam Malik tidak pernah memakai alas kaki padahal cuaca selalu panas terik, ketika ditanya beliau menjawab “Di mana akan saya letakkan sepatu dan kendaraan saya, sedangkan tanah ini bekas dipijak oleh langkah Nabi SAW, Malaikat Jibril, para Sahabat serta Ahlul Bait Nabi SAW.

Lihat juga adab Habib Umar bin Abdurrahman Al-Athttas Shahibur ratib, ketika berjalan menuju shalat bersama murid-muridnya malah dituangi kotoran, tetapi beliau tidak marah, malah berkata “Diamlah, masih mending kotoran yang dituang seharusnya api neraka lebih berhak”

Lihat adab Habib Umar bin Idrus Al-Aydrus, ada seorang ustad ingin ikut mengaji di masjid akan tetapi di depan masjid sedang berkumpul anak anak muda hingga menghalangi jalan masuk, maka berkata ustad tersebut dengan marah “Astaghfirullah, engkau bukan ikut mengaji malah duduk duduk disini!” Wah namanya anak muda masih darah panas, mereka bilang “Kalau ente mau ngaji lewat aja gak usah marah-marah, ntar tangan ane yang pukul ente!” Tetapi lihat akhlaq Habib Umar bin Idrus Al-Aydrus dari jauh ia melepas sandalnya, menenteng sandalnya menuju masjid dan berkata “Permisi anak muda, ana mau lewat maaf menganggu, ana numpang lewat mau mengajar dulu di dalam”, melihat akhlaq seperti itu anak muda kagum dan mereka pun turut ikut mengaji

Lihat adab Al-Qutb Habib Abdul Qadir bin Ahmad As-Segaf guru dari Habib Umar bin Hafidh, ketika sedang mengajar datang seorang ahli bid’ah ekstrim yang suka mengkafirkan muslim lainnya, menghina dan mencela sedemikian rupa, saat itu pun ada Habib Abu Bakar Al-Masyhur hingga sesampainya di rumah beliau, Habib Abu Bakar membikin kitab sanggahan atas tuduhan dan celaan orang tadi agar disebarluaskan, mengetahui hal tersebut berkata Habib Abdul Qadir “Kalau bukan kita yang menjalankan akhlaq Nabi dengan lembut lalu siapa lagi?”

Pernah di satu majelis, setelah selesai majelis Habib Abdul Qadir masuk ke dalam mobil, ketika akan pamit, shahibul bait masih beramah tamah, minta didoakan dan lain-lain, setelah selesai, maka berjalan mobil tersebut, tetapi sampai di belokan jalan Habib Abdul Qadir minta berhenti “Stop..stop, coba tolongin saya, tangan saya terjepit pintu” Allah, kenapa tidak dari tadi saja bilang tangan beliau terjepit?, beliau berkata bahwa ia tidak tega jika shahibul bait melihat tangannya terjepit dan kesakitan, maka akan menyakiti hati shahibul bait tadi,..inilah akhlaq, cari guru yang seperti ini..!

Satu ketika ada seseorang yang di kampungnya banyak Ahli Bid’ah, dari mereka yang sering mengkafirkan orang lain. Maka berkata orang ini, “saya ingin tahajjud dan mendoakan keburukan untuk mereka, biar mati masuk neraka, sebelum melaksanakan hal itu teleponnya berbunyi, ternyata yang menelepon adalah Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar, beliau menasehati bahwa para salaf mengajak orang-orang untuk masuk ke dalam kebaikan bukan menceburkan ke jurang neraka, Subhanallah.

Lihat juga bagaimana Imam Habib Abu Bakar Al-Adni, suatu saat rumahnya dimasuki maling, sepertinya maling ini salah rumah, masuk rumah wali, ketika akan beraksi ternyata beliau pulang, si maling ngumpet di kolong tempat tidur melihat beliau beribadah tahajjud, selesai itu, maka datang dengan terbang para auliya’ masuk ke dalam rumah, bertambah takutlah maling tadi melihat hal tersebut, ternyata para wali berdiskusi bahwa ada seorang wali meninggal dunia, maka mereka meminta Habib Abu Bakar Al-Adni untuk menunjuk penggantinya, Habib Abu Bakar bilang “Ada penggantinya, keluarlah!” maka maling tersebut keluar dan ditawari untuk menjadi wali dan disuruh taubat. Masuk maling, dan keluar jadi wali. Semuanya bisa, asalkan ada kesungguhan. Seorang murid jika sungguh-sungguh akan mendapatkan guru di hadapannya.

Jangan terpesona walaupun melihat orang jalan di atas air, bisa terbang tapi kalau tidak menegakkan syariat Nabi. Mudah-mudahan Allah memudahkan para pendidik untuk mendidik kita, Aamiin.

Berhati-hatilah dalam memilih guru agar kita dapat bimbingan dan teladan yang baik menuju kebahagiaan hidup di dunia dan Di akhirat.

Oleh Al-Habib Jindan bin Novel bin Jindan


Posting Komentar untuk "Berhati-hatilah Dalam Memilih Guru"