Hukum Berdzikir Dengan Berdiri, Duduk dan lainnya Serta Dengan Suara Keras
س : هَلْ يَجُوْزُ
الذِّكْرُ بـــِقِيَامٍ
وَقُعُوْدٍ وَغَيْرِهِمَا ؟
ج : نــَعَمْ
يَجُوْزُ كَمَا فِى
اْلأَذْكَارِ ص ٧ : مَا نــَصُّه اِعْلَمْ اَنَّ فَضِيْلَةَ الذِّكْرِ غَيْرَ
مُـنْحَصِرَ ةٍ فِى الـتَّسْبِيْحِ وَ الـتَّهْلِيْلِ وَالـتَّحْمِيْدِ وَالـتَّكْبِيْرِ وَ نــَحْوِهَا بَلْ كُلُّ عَامِلٍ
ِللهِ تَعَالى بــِطَاعَةٍ
فَهُـوَ ذَاكِرُ اللهِ تَعَالى .
كَذَا قَالَه سَعِيْدُ ابْنُ جُــبَيْرٍ
رَضِيَ اللهُ عَـنْهُ
وَغَيْرُه مِنَ الْعُلَمَاءِ . وَقَالَ
اِبْنُ عَبَّاسٍ فِى تَفْسِيْرِ
قَوْلِه تَعَالى : وَالذَّاكِرِ يْنَ
اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ اَعَدَّ اللهُ
لَهُمْ مَغْفِرَةً وَاَجْرًا عَظِـيْمًا . اَلـــْمُرَادُ يَذ ْكُرُوْنَ
اللهَ فِى اَدْ بَارِ الصَّلَوَاتِ
وَغُدُوًّا وَعَشِيًّا وَمُضْطَجِعًا وَكُلَّمَا اِسْتَيْقَظَ مِنْ نــَوْ مِه
وَكُلَّمَا غَدًا اَوْرَاحَ مِنْ
مَنْزِ لِه ذِكْرُ اللهِ تَعَالى . وَقَالَ مُجَاهِدٌ لاَ يَكُوْنُ مِنَ الذَّكِرِ يْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ حَـتّى
يَذ ْكُرُ قَائِمًا وَقَائِدًا وَمُضْطَجِعًا .
Soal : Apakah boleh berdzikir sambil berdiri,
sambil duduk dan lainnya?
Jawab : Ya, boleh, berdzikir dalam posisi apapun
kecuali misalnya pada waktu buang air besar, dan bermaksiat, seperti diterangkan dalam
kitab ADZKAR halaman 7, demikian: “ketahuilah bahwa keutamaan dzikir itu tidak
dikhususkan pada ucapan tasbih, tahmid, takbir, dan semacamnya.
Bahkan setiap orang beramal karena Allah dengan taat, itu termasuk orang yang dzikir kepada Allah. Begitu pula dikatakan oleh Said Bin Jabir r.a. dan yang lainnya yakni dari para ulama berkata Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman Allah: Yang dimaksud adalah mereka yang berdzikir kepada Allah, setelah melaksanakan shalat, pada waktu pagi, waktu sore, berdzikir sambil tiduran, dan setiap bangun dari tidurnya, dan tiap-tiap berangkat pagi atau pulang sore ke rumahnya, maka dia berdzikir kepada Allah. Berkata Imam Mujahid: “Tidak termasuk orang yang banyak berdzikir kepada Allah, kecuali dia berdzikir sambil berdiri, duduk, dan tiduran.
Bahkan setiap orang beramal karena Allah dengan taat, itu termasuk orang yang dzikir kepada Allah. Begitu pula dikatakan oleh Said Bin Jabir r.a. dan yang lainnya yakni dari para ulama berkata Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman Allah: Yang dimaksud adalah mereka yang berdzikir kepada Allah, setelah melaksanakan shalat, pada waktu pagi, waktu sore, berdzikir sambil tiduran, dan setiap bangun dari tidurnya, dan tiap-tiap berangkat pagi atau pulang sore ke rumahnya, maka dia berdzikir kepada Allah. Berkata Imam Mujahid: “Tidak termasuk orang yang banyak berdzikir kepada Allah, kecuali dia berdzikir sambil berdiri, duduk, dan tiduran.
وَفيِ ْ فَـتَاوِيْ
الْخـَلِيْلِ ص ٢٥٩ مَا نــَصُّه
وَرَوِيَ الْحَافِظُ اَبُوْ نــَعِيْمٍ اَحْمَدُ ابْنُ
عَـبْدِ اللهِ اْلاَصْفِهَانِيْ بـــِسَنَدِه
عَنْ عَلِيٍّ اِبْنِ اَبـــِيْ
طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَـنْهُ اَنـــَّه
وَصَفَ الصَّحَابَةَ يَوْمًا
فَقَالَ : كَانــُوْا اِذَا
ذَكَرُوْا اللهَ مَادُوْا
كَمَا تَمِيْدُ الشَّجَرُ
فِى الْيَوْمِ الشَّدِ يــْدِ الرِّ
يْحِ وَجَرَتْ دُمُوْعُهُمْ عَلى ثِـيَابـــِــهِمْ .
Dan tersebut dalam kitab FATAWY AL-KHALILI halaman 259
sebagai berikut: meriwayatkan Imam Khafidz Abu Na’im dengan Sanadnya dari
sahabat Ali Bin Abi Thalib, bahwa beliau pada suatu hari menerangkan keadaan
para sahabat, mereka berdzikir kepada Allah SWT, maka mereka bergerak-gerak,
seperti gerakannya pohon yang diterpa oleh hembusan angin besar, dan mereka
berdzikir sambil menangis, air matanya membasahi pakaiannya.
وَقَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ
اللهُ عَـنْهَا كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَذ ْكُرُ اللهَ تَعَالى فِيْ
كُلِّ اَحْيَانِه فَعَلى هذَا
اَنَّ الرَّجُلَ غَيْرُ
مُؤَاخَذٍ بـــِمَا
يــَـتَــحَرَّكُ
وَيــَقُوْمُ وَيــَقْعُدُ وَ يــَلْبَثُ
فِى الذِّكْرِ - وَقَالَ
تَعَالى فيِ ْ
سُوْرَةِ الـنِّسَاءِ ١٠٣ :
فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلوةَ
فَاذ ْكُرُوْا اللهَ قِيَامًا
وَّقُعُوْدًا وَّعَلى جُنُوْبـــِـكُمْ جـ فَإِذَا اِطْمَأْ نــَنْـتُمْ فَأَقِـيْمُوْا الصَّلوةَ
إِنَّ الصَّلوةَ كَانــَتْ عَلى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا
مَوْقُوْتًا . وَفِـيْهِ اَيْضًا مِنْ
الِ عِمْرَانَ : ١٩٠ – ١٩١ : إِنَّ فِيْ
خَلْقِ السَّموتِ وَاْلاَرْضِ وَاخْتِلاَفِ
اللَّيْلِ وَالـنَّـهَارِ لايتٍ
ِلأُلِى اْلأَلْبَابِ -
اَلَّذِ يْنَ يَذ ْكُرُوْنَ اللهَ
قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلى
جُنـُوْبـــِهِمْ وَ يَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ
خَلْقِ السَّموتِ وَاْلأَرْضِجـ رَ بـَّــنَا مَا خَلَقْتَ
هذَا بَاطِلاً جـ سُـبْحَانــَكَ فَقِنَا عَذَابَ الـنَّارِ . وَفِيْ هَا تَـيْنِ
اْلأيــَتَـيْنِ تَصْر يـــْـحٌ بـــِوُجُوْدِ الـتَّحَرُّكِ
وَ اْلإِضْطِرَابِ وَقْتَ الذِّكْرِ
اِذ ْ لاَ يُوْجَدُ الْقِيَامُ
وَالْقُعُوْدُ وَاْلإِضْطِجَاعُ اِلاَّ مَعَ التَّحَرُّكِ كَتَحَرُّكِهِمْ فِى اْلقِيَامِ عِنْدَ
ذِكْرِ وِلاَدَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dan berkata Siti Aisyah RA. Bahwa Nabi SAW berdzikir kepada
Allah SWT., dalam seluruh waktunya.
Kesimpulan dari hadits ini bahwa orang tidak bisa disalahkan berdzikir dengan gerakannya atau sambil duduk, sambil berdiri, atau tenang (tidak bergerak-gerak). Dan Firman Allah SWT dalam surat AN-NISA’ ayat 103 dijelaskan: “Apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat hendaklah kamu ingat kepada Allah (berdzikir kepada Allah), dengan berdiri, begerak dan berbaring. Apabila kamu telah aman (tenang) maka dirikanlah shalat sebaik-baiknya. Sesungguhnya shalat itu diperlukan atas orang-orang mukmin pada waktunya (shalat itu diwajibkan atas semua orang mukmin)”.
Dan didalam surat ALI-IMRAN ayat 190-191: “Sesungguhnya tentang kejadian langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang menjadi tanda atas kekuasaan Allah SWT bagi orang-orang yang berakal yaitu orang-orang yang mengingat Allah (berdzikir kepada Allah) ketika berdiri, duduk, dan saat berbaring. Dan mereka memikirkan kejadian langit dan bumi sambil berkata: Ya tuhan kami, bukankah engkau jadikan ini dengan percuma (sia-sia). Maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Dalam dua ayat tersebut ada penjelasan dengan adanya gerakan-gerakan pada waktu berdzikir. Karena berdiri, duduk dan berbaring, itu merupakan gerakan seperti gerakannya mereka yang berdiri ketika mendengarkan cerita kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Kesimpulan dari hadits ini bahwa orang tidak bisa disalahkan berdzikir dengan gerakannya atau sambil duduk, sambil berdiri, atau tenang (tidak bergerak-gerak). Dan Firman Allah SWT dalam surat AN-NISA’ ayat 103 dijelaskan: “Apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat hendaklah kamu ingat kepada Allah (berdzikir kepada Allah), dengan berdiri, begerak dan berbaring. Apabila kamu telah aman (tenang) maka dirikanlah shalat sebaik-baiknya. Sesungguhnya shalat itu diperlukan atas orang-orang mukmin pada waktunya (shalat itu diwajibkan atas semua orang mukmin)”.
Dan didalam surat ALI-IMRAN ayat 190-191: “Sesungguhnya tentang kejadian langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang menjadi tanda atas kekuasaan Allah SWT bagi orang-orang yang berakal yaitu orang-orang yang mengingat Allah (berdzikir kepada Allah) ketika berdiri, duduk, dan saat berbaring. Dan mereka memikirkan kejadian langit dan bumi sambil berkata: Ya tuhan kami, bukankah engkau jadikan ini dengan percuma (sia-sia). Maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Dalam dua ayat tersebut ada penjelasan dengan adanya gerakan-gerakan pada waktu berdzikir. Karena berdiri, duduk dan berbaring, itu merupakan gerakan seperti gerakannya mereka yang berdiri ketika mendengarkan cerita kelahiran Nabi Muhammad SAW.
وَفِيْ
مَدَارِجِ الصُّعُوْدِ ص
٥١ وَفِيْ فَشْنِيْ ص ٩١ مَا نــَصُّه
: وَاَنْ تَـنْهَضَ
اْلاَشْرَافُ عِنْدَ سَمَاعِه #
قِيَامًا صُفُوْفًا اَوْ جِثِيًّا عَلى الرُّكَبِ .
وَقَدْ قَامَ الشَّيْخُ تَقِيُّ
الدِّ يْنِ السُّبُكِيْ حَالاً
عِنْدَ سَمَاعِه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ – وَقَالَ
الشِّبْرَا مِلِّسِيْ جَرَتْ عَادَةُ
كَثِيْرٍ مِنَ الْمُحِبِّيْنَ إِذَا
سَمِعُوْا بـــِذِكْرِ وَضْعِه
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اَنْ يَقُوْمُوْا تَعْظِـيْمًا
لَه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
.
Dan tersebut dalam kitab MADARIJISSU’UD halaman 15 dan
didalam kitab FASYNI halaman 91 syair mengatakan: Orang yang mulia, mereka
bangun ketika mendengar asma Nabi disebut, sambil berdiri dan berbaris atau
berdiri di atas lutut.
Dan IMAM TAQIYUDDIN ASSUBKI, beliau pasti bangun ketika
mendengar sebutan asma Nabi. IMAM SIBRO MALISI mengatakan: merupakan kebiasaan
orang-orang dari golongan muhibbin, mereka berdiri ketika mendengar sifat-sifat
Nabi SAW karena mengagungkan beliau.
وَفِى
اْلأَذ ْكَارِ ص ٦
مَانــَصُّه ( فَصْلٌ ) اِعْلَمْ
اَنــَّه كَمَا يُسْتَحَبُّ
الذِّكْرُ يُسْتَحَبُّ الْجُلُوْسُ
فِى حِلَقِ اَهْلِهِ
وَقَدْ تَظَاهَرَتْ َاْلأَدِلَّةُ عَلى ذلِكَ
الخ .وَ يَكْفِيْ فِيْ
ذلِكَ حَدِ يْثُ ابْنُ
عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : إِذَا مَرَرْتُمْ بـــِرِ يَاضِ الْجَنَّةِ
فَارْتَعُوْا - قَالُوْا وَمَا
رِ يَاضُ الْجَنَّةِ يَا رَسُوْلَ اللهِ - قَالَ حِلَقُ
الذِّكْرِ فَإِذَا اَتَوْا
عَلَيْهِمْ حَفُّوْا بـــِـهِمْ .
Dan tersebut dalam kitab ADZKAR pada halaman 6: “Ketahuilah
bahwa sebagaimana disunnahkan berdzikir, juga disunnahkan duduk-duduk di lingkungan
dzikir, dan amat jelas dalil-dalil yang menunjukkan hal itu. Hadits Ibnu Umar
r.a. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Apabila kalian melewati
taman-taman surga maka menggembalalah di sana (mampirlah disana)”. Mereka
bertanya: “Apakah taman surga itu ya Rasulullah?”. Rasulullah SAW menjawab:
“Taman surga adalah lingkungan dzikir dan apabila mereka menghadirinya, dengan
duduk berlingkar”.
قَالَه
اَلْحَبِيْبُ مُحَمَّدْ
بــِنْ اَحْمَدْ اَلْمَحْضَارِ سُوْرَابَايَا : ِلأَنْ لَمْ يَقُوْمُوْا كُلُّهُمْ
بـــِإِحْتِرَامِهِ # سَيَلْقَوْنَ
جَهْلاً مِنْ جَهُوْلٍ
وَحَطْبَه
Telah berkata Al-Habib Muhammad Bin Ahmad Al-Muhdlar
Surabaya:
“Andaikata mereka tidak berdiri untuk memuliakannya, maka
mereka akan mendapat kebodohan dan bahayanya”.
الإِ نـــْسَانُ
لاَ يَكْفُرُ بـــِفِعْلِ الْمَعْصِيَةِ ,
وَلكِنْ يَكْفُرُ بـــِـتَرْكِ
الْحُرْمَةِ
Manusia tidak murtad (kufur) dengan mengerjakan maksiyat,
akan tetapi dia kufur sebab meninggalkan hormat (tidak hormat).
وَقَوْلُه
تَعَالى فِى الْحَدِ يــْثِ الْقُدْسِيِّ
اِنَّ لِيْ عِبَادًا
يُحِبُّوْنِيْ وَاُحِبُّهُمْ وَ يَسْتَاقُوْنَ اِلَيَّ
وَاَسْتَاقُ اِلَيْهِمْ وَيَذ
ْكُرُوْنِيْ وَاَذ ْكُرُهُمْ قَالَ
اَيْ بَعْضُ الصِّدِّ يــْقِيْنَ : يَا رَبِّ
مَا عَلاَمَتُهُمْ : فَمِنْهُمْ
صَارِخٌ وَبَاكٍ مُتَؤَوِّهٌ
وَشَاكٍ وَمِنْهُمْ قَائِمٌ وَرَاكِعٌ
وَصَاجِدٌ فَأَوَّلُ مَا اُعْطِيْهِمْ ثَلاَثُ حِصَالٍ : َاْلأُوْلى اَقْذِفُ
فِيْ قُلُوْبــِهِمْ مِنْ نــُوْرِيْ - اَلـثَّانِيَةُ لَوْ
كَانــَتِ السَّموتُ وَ اْلأَرْضُ
فيِ ْ مَوَازِيــْـنِـهِمْ لاَسْتَـقْـلَلْتُـهَا لَهُمْ -
الـثَّالِـثَةُ اُقْبِلُ بـــِوَجْهِيْ
اَلْكَرِ يْمِ عَلَيْهِمْ . اهـ .
فَشْنِيْ ص ٩١ (
فَائِدَةٌ ) وَقَدْ رَوَيْ
اِبْنُ الْجُوْزِيْ عَنْ
سُفْيَانَ اِبْنِ عُـيَـيْـنَةَ
اَنـــَّه قَالَ عِنْدَ ذِكْرِ
الصَّالِحِيْنَ تــَـتــَنَزَّلُ الرَّحْمَةُ . اهـ . ص ١٩ خَيْرَاتُ
الْحِسَانِ ٢٦
Dan dalam hadits qudsi, Allah berfirman: Bahwa aku mempunyai
hamba, hamba yang mencintaiku dan aku mencintai mereka, dan mereka
merindukanku, akupun rindu kepada mereka. Mereka menyebut-nyebut aku, dan
akupun menyebut-nyebut mereka. Sebagian orang (Shiddiqiin) bertanya: Ya Allah
bagaimana ciri-ciri mereka?. ciri-ciri mereka di antaranya adalah
berteriak-teriak dan menangis sambil memanggil-manggil serta mengadukan
persoalan kepadaku, dan di antara mereka, ada yang ruku’, ada yang berdiri, ada
yang sujud. Maka yang pertama aku berikan kepada mereka tiga hal, yaitu:
Yang pertama : aku meletakkan nur-ku sendiri dalam hati
mereka
Yang kedua : apabila langit dan bumi beserta isinya
ditimbang dengan amal mereka, pasti aku katakan timbangan itu sedikit
dibandingkan amal mereka.
Yang ketiga : aku hadapkan wajahku kepada mereka.
Disebutkan dalam kitab FASYNI Halaman 91. (Faidatun) Imam
Ibnu Juzi dari Ibnu Sufyan Bin Uyainah, beliau berkata: “Apabila disebut-sebut
orang yang shaleh, maka turunlah rahmat Allah”.
Dalam Kitab Khairatul khisan halaman 19.
س : كَيْفَ
حُكْمُ ذِكْرِ الْجَهْرِ
بَعْدَ السَّلاَمِ مِنَ
الصَّلاَةِ ؟
ج :
حُكْمُه سُـنَّةٌ لِقَوْلِه
تَعَالى : فِيْ بُيُوْتِ
اَذِنَ الله ُ اَنْ تُرْفَعَ
وَيُذكَرَ فِيْهَا اسْمُه
يُسَبِّحُ لَه فِيْهَا
بالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ }
النُّوْرُ ٣٦{
Soal : Bagaimanakah
hukum berdzikir dengan suara keras setelah salam dari shalat?
Jawab : Hukumnya
sunnah karena Allah berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 36; “didalam
masjid, Allah mengizinkan dzikir dikeraskan, disebut didalamnya akan asma-Nya,
mensucikan kepada-Nya di dalam masjid di waktu pagi dan sore”.
وَفيِ ْ
فَـتَاوِيْ الْخَلِـيْـلِيْ ص
٢٦٢ مَا نــَصُّه اَلذِّكْرُ
كَالْقِرَاءَةِ بـــِصَرِ
يْـــحِ اْلأيــَاتِ وَ الرِّوَايَاتِ وَ الْجَهْرُ
بـــِه اَفْضَلُ وَ دَلِيْلُ
اَفْضَلِيَةِ الْجَهْرِ اَنَّ
الْعَمَلَ فِـيْهِ اَكْبَرُ
وَ ِلأَنــَّه يَـتَعَدّى نــَفْعُه
مِنْهُ اِلى غَيْرِهِ
وَِلأَنــَّه يُوْقِظُ قَلْبَ
الْقَارِئِ وَ يــَجْمَعُ هِمَّـتَه
اِلى الْفِكْرِ وَ يُصْرِفُ
سَمْعَه اِلَـيْهِ وَ ِلأَنــَّه
يَطْرُدُ النَّوْمَ وَ يَزِ يْدُ
فِى النَّشَاطِ وَ يُوْقِظُ
غَيْرَه مِنْ نــَائِمٍ وَغَافِلٍ
وَيُنْشِطُه فَمَـتى حَضَرَه
شَيْئٌ مِنْ هذِهِ الـنِّـيَاتِ
فَالْجَهْرُ اَفْضَلُ .
Dan tersebut dalam kitab FATAWY AL-KHALILY Halaman 262
sebagaimana berikut: Dzikir adalah seperti membaca Al-Qur’an dengan keterangan
ayat dan beberapa riwayat, dan dzikir dengan suara keras itu lebih utama. Dan
dalil yang menunjukkan keutamaannya dzikir dengan suara keras, bahwasanya
beramal dengan suara keras itu lebih besar manfaatnya terhadap diri sendiri dan
terhadap orang lain, membangunkan hati pembaca, menyatukan himmah, mengumpulkan
cita-cita dan pikiran, mengkhususkan pendengaran. Dan dengan suara keras,
hilanglah rasa kantuk, bertambah giat, membangunkan yang oranglain dari tidur
dan lupa, dan menggiatkannya, maka apabila dengan niat-niat ini, berdzikir
dengan suara keras itu lebih utama.
وَقَدْ
جَاءَ فِى الْحَدِ يــْثِ الْقُدْسِيِّ
مَا اِقْتَضى طَلَبَ الْجَهْرِ
كَقَوْلِهِ صَلَّى الله ُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ
اللهُ تَعَالى : وَاِنْ
ذَكَرَ نِيْ فيِ ْ
مَلاَءٍ ذَكَرْ تُه فيِ ْ
مَلاَءٍخَيْرٍ مِنْهُ ]
رَوَاهُ الْبُخَارِيْ وَمُسْلِمٌ
وَالتُّرْمَذِيُ وَالنَّسَائِىُ وَ اِبــْنُ مَاجَهُ
[ وَ الذِّكْرُ فِى الْمَلاَءِ
لاَ يَكُوْنُ اِلاَّ عَنْ جَهْرٍ
Dan tertera dalam hadits qudsi yang tujuannya diperintahkan
berdzikir dengan suara keras, sebagaimana hadits ini : Allah SWT berfirman: Dan
apabila dia menyebut-nyebut aku di suatu tempat yang ramai, maka akupun
menyebut-nyebutnya di tempat yang lebih ramai darinya (H.R. Bukhari, Muslim,
Nasa’i, da Ibnu Majah). Dan menyebut di tempat ramai itu tidak ada kecuali
dengan suara keras.
وَفَيْ
رِمَاحِ حِزْبِ الرَّحِيْمِ
ص ١٦٧ مَا نــَصُّه عَنْ عَبْدِ
اللهِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
: اِنَّ رَفْعَ
الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ
مِنَ الْمَكُتُوْبَةِ كَانَ
عَلى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dan tersebut dalam kitab RIMAHI HIZBIRROHIIM halaman 167
sebagaimana berikut: Dari Abdullah Bin Abbas r.a.: Bahwa berdzikir dengan suara
keras ketika selesai dari shalat itu sudah ada sejak masa Rasulullah SAW.
وَفِيْ رِمَاحِ
حِزْبِ الرَّحِيْمِ جُزْءٌ
اَوَّلٌ ص ١٦٧
فِى التَّرْغِيْبِ فِى
اْلإِجْمَاعِ لِلذِّكْرِ وَ الْجَهْرِ
بــِهِ وَ الْحَضِّ عَلَيْهِ
وَ اْلإِعْلاَمِ بــِأَنــَّه مِمَّا
يَـنــْبَغِى التَّمَسُّكُ بـــِهِ
لِفَضْلِهِ وَالرَّدِّ عَلى
مَنْ يُـنْكِرُ عَلى
الذَّاكِر ِيْنَ جَمَاعَةً لِجَهْلِه
بِالْكِتَابِ وَ السُّـنَّةِ وَاِجْمَاعِ
اْلأُمَّةِ
.
Dan tersebut dalam kitab RIMAHIHIZBIRROHIIM Juz Awal halaman
167: Dalam menyenangkan (membiasakan) saat berkumpul untuk berdzikir dan
bersuara keras, dan menganjurkan atasnya. Dan memberitahu bahwa bersuara keras
itu patut untuk dipegangnya karena keutamaannya dan menolak terhadap orang yang
mengingkari berdzikir dengan berjamaah karena kebodohannya dengan kitab, hadits
dan sepakatnya para ulama.
وَفِيْ
رِمَاحِ حِزْبِ الرَّحِيْمِ
ص ١٧٢ وَاَسْتَدَلَّ
الْجُمْهُوْرُ بِالْحَدِ
يـْثِ الْمَذ ْكُوْرِ عَلى
سُــنِّـيَةِ الْجَهْرِ بِالْقِرَاءَةِ وَالدُّعَاءِ خِلاَفًا
لِمَا شَدَّ بـــِه بَعْضُ
السَّلَفِ عَلى اِسْتِحْبَابِ
رَفْعِ الصَّوْتِ
بِالتَّكْبِيْرِ وَالذِّكْرِ عَقِبَ الْمَكْتُوْبَةِ وَمِمَّنْ اِسْتَحَبَّه مِنَ الْمُتَأَخِّرِ يْنَ
اِبْنُ حَزْمٍ
Dan tersebut dalam kitab RIMAHI HIZBIRRAHIIM, halaman 172.
Dan jumhur mengambil dalil dengan hadits tersebut, atas disunnahkannya dzikir
dengan suara keras pada waktru membaca dan berdo’a, kecuali dengan ucapannya
orang yang syaz (sekehendak sendiri). Sebagian dari ulama salaf atas hadits
ini, yakni disunnahkannya suara keras ketika bertakbir, berdzikir setelah
shalat fardhu dan diantara yang menyamarkannya dari golongan muta’akhkhirin
ialah Ibnu Khazmin.
وَفيِ ْ
مِــنَحِ السَّـنِـيَّةِ ص ٨
وَاَمَّـا قَوْلُه تَعَالى : وَاذ ْكُرْ
رَبَّكَ فِيْ نـــَفْسِكَ تَضَرُّعًا
وَحُفْيَةً – الاية – فَإِنــَّــهَا مَكِّــيَّةٌ كَأيَةِ
اْلإِسْرَاءِ : وَلاَ تــَجْهَرْ
بـــِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ
بـــِـهَا : نُزِلَتْ ِلأَنْ لاَّ يَسْمَعُهُ الْمُشْرِكُوْنَ فَيَسُبُّوا الْقُرْآنَ وَمَنْ اَنـــْزَلَه فَأَمَرَ بـــِه سَدًّا
لِلذَّرِيْعَةِ كَمَا
نــُهِيَ عَنْ سَبِّ
اْلأَصْـنَامِ لِذلِكَ وَقَدْ
زَالَ
Adapun firman Allah SWT yang artinya sebagai berikut:
“Sebutlah Tuhan mu di hatimu dengan rendah diri dan menyamar”. Itu adalah ayat
makiyyah seperti ayat Isra, yang maknanya: “Janganlah engkau mengerjakan shalat
dengan terang-terangan”, ayat ini diturunkan agar tidak didengarkan oleh
orang-orang musyrik, yang akhirnya mereka mencela al-Qur’an dan yang menurunkan
al-Qur’an (Allah) maka diperintah dengan suara pelan untuk menghindari celaan,
sebagaimana dilarang dari mencela berhala, yang buktinya sekarang tidak ada.
Baca Juga: Bolehnya Memanggil Gurunya Dengan Ya Haadii dan Asmaul Husna Sebagai Nama
Baca Juga: Bolehnya Memanggil Gurunya Dengan Ya Haadii dan Asmaul Husna Sebagai Nama
Posting Komentar untuk "Hukum Berdzikir Dengan Berdiri, Duduk dan lainnya Serta Dengan Suara Keras"