Shalat Sunnah Kafarah Pada Hari Jum'at Terakhir Bulan Ramadlan
Mengenai shalat kafarah sebenarnya bukan kafarah (mengqadla’ shalat lima waktu) ini adalah kebiasaan yang dilakukan oleh beberapa sahabat, Di antaranya oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib KWH, dan terdapat sanad yang muttashil dan tsiqah kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib KWH bahwa beliau melakukannya di Kufah.
Dan yang memproklamirkan kembali hal ini adalah Al-Imam Al-Qutb Al Hafidh Al-Musnid Al-Habib Abu Bakar bin Salim rahimahullah Shahibul Inat, Tarim Hadramaut, yaitu dilakukan setelah shalat jumat, pada hari Jum'at terakhir di bulan Ramadlan yaitu mengqadla’ shalat lima waktu. Tujuannya, barangkali ada dalam hari-hari kita, ada shalat yang tertinggal, dan belum diqadla’, atau ada hal-hal yang membuat batalnya shalat kita dan kita melupakannya, maka dilakukan shalat tersebut. Mereka melakukan hal itu disebabkan keberkahan dan kemuliaan waktu hari jumat terakhir dan bulan Ramadlan.
Adapun tata caranya adalah shalat dengan niat qadla:
Pertama kali mendirikan shalat dhuhur qadla', Kemudian setelah salam langsung bangun shalat ashar qadla’ dan begitu seterusnya sampai shalat shubuh.
Dan ada yang menggunakan dengan niat berikut:
- Shalat Dhuhur:
- Shalat Ashar:
- Shalat Maghrib:
- Shalat Isya':
- Shalat Shubuh:
Tetapi jika tak dapat menghitung jumlahnya, maka dengan melakukan Shalat Sunnah kafarah.
Bersabda Rasulullah SAW:
"Barang siapa yang selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum'at terakhir bulan Ramadlan sebanyak 4 rakaat dengan 1x tasyahhud (tasyahhud akhir saja, tanpa tasyahhud awal), Tiap rakaat membaca 1 kali Surah Al-Fatihah kemudian Surah Al-Qadar 15 X dan Surah Al-Kautsar 15 X “.
Niatnya: ” Nawaitu Ushalli arba’a raka’atin kafaratan limaa faatanii minash-shalati lillaahi ta’alaa”
Sayyidina Abu Bakar ra. Berkata:
"Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Shalat tersebut sebagai kafarah (pengganti) shalat 400 tahun dan menurut Sayyidina Ali ra. shalat tersebut sebagai kafarah 1000 tahun.
Maka bertanyalah sahabat: umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?".
Rasulullah SAW menjawab, "Untuk kedua orang tuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang yang didekatnya/ lingkungannya".
Mengqadla’ shalat tentunya wajib hukumnya bagi mereka yang meninggalkan shalat, namun tidak ada larangannya melakukan shalat fardlu kembali karena hukum shalat i’adah adalah hal yang diperbolehkan.
Dan selama hal ini pernah dilakukan oleh para sahabat maka pastilah Rasul SAW yang mengajarkannya, mengenai hadits yang tak teriwayatkannya pada hadits shahih, maka hal itu tak bisa menafikan hal ini selama terdapat sanad yang tsiqah dan muttashil pada sahabat atau tabi'in.
Sebab hadits yang ada kini tak sampai 1% dari hadits-hadits Rasul SAW yang ada di zaman sahabat,
Anda bisa bayangkan Jika Imam Ahmad bin Hanbal telah hafal 1 juta hadits dengan sanad dan hukum matannya, namun ia hanya mampu menulis sekitar 20 ribu hadits pada musnadnya, sisanya tak tertulis, lalu kemana 980 ribu hadits lainnya?, sirna dan tak tertuliskan, demikian pula Imam Bukhari yang hafal lebih dari 600 ribu hadit dengan sanad dan hukum matannya namun beliau hanya mampu menuliskan sekitar 7000 hadits pada shahihnya dan beberapa hadits lagi pada buku2 beliau lainnya,
Lalu kemana 593 ribu hadits lainnya? sirna dan tak sempat tertuliskan, Namun ada tulisan tulisan dan riwayat sanad yang dihafal oleh murid-murid mereka, disampaikan pula pada murid-murid berikutnya. Nah demikianlah sanad yang sampai saat ini tanpa teriwayatkan dalam hadits shahih.
Tentunya jalur mereka yang tak sempat terdata secara umum, namun masih tersimpan jalurnya dengan riwayat tsiqah dan muttashil kepada para sahabat. Hal ini merupakan Ikhtilaf, boleh mengamalkannya dan boleh meninggalkannya.
- Setelah selesai Shalat membaca Istigfar 10 x :
- Kemudian baca shalawat 100 x :
- Kemudian membaca basmalah, hamdalah dan syahadat
- Kemudian membaca Doa kafarah 3 kali.
اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لاَ تَنْفَعُكَ طَاعَتِيْ وَلاَ تَضُرُّكَ مَعْصِيَتِيْ تَقَبَّلْ مِنِّيْ مَا لاَ تَنْفَعُكَ وَاغْفِرْ لِيْ مَالاَ تَضُرُّكَ يَا مَنْ إِذَا وَعَدَ وَفَا وَ إِذَا تَوَاعَدَ تَجَاوَزَ وَعَفَا اِغْفِرْ لِعَبْدٍ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَأَسْأَلُكَ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ بَطْرِ اْلغِنَى وَجَهْدِ اْلفَقْرِ إِلَهِيْ خَلَقْتَنِيْ وَلَمْ أَكُنْ شَيْئًاً وَرَزَقْتَنِيْ وَلَمْ اَكُنْ شَيْئاً وَارْتَكَبْتُ اْلمَعَاصِيْ فَإِنِّيْ مُقِرٌّ لَكَ بِذُنُوبِيْ فَإِنْ عَفََوْتَ عَنِّيْ فَلاَ يَنْقُصُ مِنْ مُلْكِكَ شَيْئاً وَإِنْ عَذَبْتَنِيْ فَلاَ يَزِيْدُ فِيْ سُلْطَاِنكَ شيئاً اَللَّهُمَّ إِنْ تَجِدُ مَنْ تُعَذِّبُهُ غَيْرِي وَاَنَا لاَ أَجِدُ مَنْ يَرْحَمُنِيْ سِوَاكَ فَاغْفِرْ لِيْ مَا بَيْنِيْ وَبَيْنَكَ وَمَا بَيْنَ خَلْقِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا رَجَاءَ السّائِلِيْنَ وَيَا أَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ إِرْحَمْنِيْ بِِرَحْمَتِكَ الْوَاسِعَةَ أَنْتَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَاَلمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ِللْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَتَابِعِ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ ربّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُالرَّاحِمِيْنَ وصلى الله على سيّدنا محمّد وعلى ألِهِ وصحبه وسلّم تسليمًا كثيرًا
والحمد لله ربّ العالمين. أمين.
Allaahumma yaa man laa tan-fa’uka tha’atii wa laa tadhurruka ma’shiyatii taqabbal minnii ma laa yanfa’uka waghfirlii ma laa yadhurruka ya man idzaa wa‘ada wafaa wa idzaa tawa’ada tajaa wa za wa’afaa ighfirli’abdin zhaalama nafsahu wa as’alukallahumma innii a’udzubika min bathril ghinaa wa jahdil faqri ilaahii khalaqtanii wa lam aku syay-an wa razaqtanii wa lam aku syay-an wartakabtu al-ma’ashii fa-innii muqirrun laka bi-dzunuubii. Fa in ‘afawta ‘annii fala yanqushu min mulkika syai’an wa-in adzdzaabtanii falaa yaziidu fii sulthaanika syay-’an. Allaahumma in tajidu man tu’adzdzibuhuu ghayrii wa-ana laa ajidu man yarhamunii siwaaka, ighfirlii maa baynii wa baynaka waghfirlii ma baynii wa bayna khlaqika yaa arhamar rahiimiin wa yaa rajaa’as sa’iliin wa yaa amaanal khaifiina irhamnii birahmatikaal waasi’aati anta arhamur rahimiin yaa rabbal ‘aalaamiin.
Allahummaghfir lil mukminiina wal mukminaat wal musliimina wal muslimaat wa taabi’ baynana wa baynahum bil khaiyrati rabbighfir warham wa anta khairur-rahimiin wa shallallaahu ‘alaa sayyidina Muhammadin wa ‘alaa alihii wa shahbihi wasallama tasliiman katsiiran amiin. (3 kali)
Artinya;
Yaa Allah, yang mana segala ketaatanku tiada artinya bagiMu dan segala perbuatan maksiatku tiada merugikanMu. Terimalah diriku yang tiada artinya bagi-Mu. Dan ampunilah aku yang mana ampunan-Mu itu tidak merugikan bagi-Mu. Ya Allah, bila Engkau berjanji pasti Engkau tepati janji-Mu. Dan apabila Engkau mengancam, maka Engkau mau mengampuni ancaman-Mu. Ampunilah hamba-Mu ini yang telah menyesatkan diriku sendiri, aku telah Engkau beri kekayaan dan aku mengumpat di saat aku Engkau beri miskin. Wahai Tuhanku Engkau ciptakan aku dan aku tak berarti apapun. Dan Engkau beri aku rizki sekalipun aku tak berarti apa-apa, dan aku lakukan perbuatan semua ma’siat dan aku mengaku padaMu dengan segala dosa-dosaku. Apabila Engkau mengampuniku tidak mengurangi keagungan-Mu sedikitpun, dan bila Kau siksa aku maka tidak akan menambah kekuasaanMu. Wahai Tuhanku, sesungguhnya engkau mendapatkan orang yang akan Kau siksa selain aku. Namun bagiku hanya Engkau yang dapat menyayangiku. Ampunilah dosa-dosaku kepada-Mu. Dan ampunilah segala kesalahanku di antara aku dengan hamba-hambaMu. Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih dan tempat pengaduan semua pemohon dan tempat berlindung bagi orang yang takut. Kasihanilah aku dengan pengampunanMu yang luas. Engkau yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Engkaulah yang memelihara seluruh alam yang ada.
Ya Allah, Ampunilah segala dosa-dosa orang mu’min dan mu’minat, muslimin dan muslimat dan satukanlah aku dengan mereka dalam kebaikan. Wahai Tuhanku ampunilah dan kasihilah. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Washallallahu ‘alaa sayyidina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasalim tasliiman kasiira. Aamiin.
Diambil dari kitab “Majmu’atul Mubarakah”, susunan Syekh Muhammad Shadiq Al-Qahhawi.
(Oleh: Habib Mundzir Al-Musawa dan dari berbagai sumber lain)
Waktu shalat sunnah kafarah, kesempatannya hanya di hari Jum'at terakhir bulan Ramadlan, batasnya antara waktu shalat dhuhur dan shalat Ashar.
Karena Hal ada ini banyak ikhtilaf di antara ulama', maka boleh diamalkan atau juga ditinggalkan sesuai dengan bimbingan guru atau ulama' yang diyakininya.
Dan kalangan Habaib banyak yang melaksanakan qadla' saja seperti tata cara berikut:
Dan yang memproklamirkan kembali hal ini adalah Al-Imam Al-Qutb Al Hafidh Al-Musnid Al-Habib Abu Bakar bin Salim rahimahullah Shahibul Inat, Tarim Hadramaut, yaitu dilakukan setelah shalat jumat, pada hari Jum'at terakhir di bulan Ramadlan yaitu mengqadla’ shalat lima waktu. Tujuannya, barangkali ada dalam hari-hari kita, ada shalat yang tertinggal, dan belum diqadla’, atau ada hal-hal yang membuat batalnya shalat kita dan kita melupakannya, maka dilakukan shalat tersebut. Mereka melakukan hal itu disebabkan keberkahan dan kemuliaan waktu hari jumat terakhir dan bulan Ramadlan.
Adapun tata caranya adalah shalat dengan niat qadla:
Pertama kali mendirikan shalat dhuhur qadla', Kemudian setelah salam langsung bangun shalat ashar qadla’ dan begitu seterusnya sampai shalat shubuh.
Dan ada yang menggunakan dengan niat berikut:
- Shalat Dhuhur:
أصلي فرض الظهر اربع ركعات كفارة لما فاتاني من الصلاة لله تعالى
Ushallii fardladh dhuhri arba'a raka'aatin kaffaaratan limaa faataany minash shalaati lillahi Ta'aalaa- Shalat Ashar:
أصلي فرض العصر اربع ركعات كفارة لما فاتاني من الصلاة لله تعالى
Ushallii fardlal ashri arba'a raka'aatin kaffaaratan limaa faataany minash shalaati lillahi Ta'aalaa- Shalat Maghrib:
أصلي فرض المغرب ثلاث ركعات كفارة لما فاتاني من الصلاة لله تعالى
Ushallii fardlal maghribi tsalaatsa raka'aatin kaffaaratan limaa faataany minash shalaati lillahi Ta'aalaa- Shalat Isya':
أصلي فرض العشاء اربع ركعات كفارة لما فاتاني من الصلاة لله تعالى
Ushallii fardla 'isyaa-i arba'a raka'aatin kaffaaratan limaa faataany minash shalaati lillahi Ta'aalaa- Shalat Shubuh:
أصلي فرض الصبح ركعتين كفارة لما فاتاني من الصلاة لله تعالى
Ushallii fardlas shubhi rak'atayni kaffaaratan limaa faataany minash shalaati lillahi Ta'aalaaTetapi jika tak dapat menghitung jumlahnya, maka dengan melakukan Shalat Sunnah kafarah.
Bersabda Rasulullah SAW:
"Barang siapa yang selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum'at terakhir bulan Ramadlan sebanyak 4 rakaat dengan 1x tasyahhud (tasyahhud akhir saja, tanpa tasyahhud awal), Tiap rakaat membaca 1 kali Surah Al-Fatihah kemudian Surah Al-Qadar 15 X dan Surah Al-Kautsar 15 X “.
Niatnya: ” Nawaitu Ushalli arba’a raka’atin kafaratan limaa faatanii minash-shalati lillaahi ta’alaa”
Sayyidina Abu Bakar ra. Berkata:
"Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Shalat tersebut sebagai kafarah (pengganti) shalat 400 tahun dan menurut Sayyidina Ali ra. shalat tersebut sebagai kafarah 1000 tahun.
Maka bertanyalah sahabat: umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?".
Rasulullah SAW menjawab, "Untuk kedua orang tuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang yang didekatnya/ lingkungannya".
Mengqadla’ shalat tentunya wajib hukumnya bagi mereka yang meninggalkan shalat, namun tidak ada larangannya melakukan shalat fardlu kembali karena hukum shalat i’adah adalah hal yang diperbolehkan.
Dan selama hal ini pernah dilakukan oleh para sahabat maka pastilah Rasul SAW yang mengajarkannya, mengenai hadits yang tak teriwayatkannya pada hadits shahih, maka hal itu tak bisa menafikan hal ini selama terdapat sanad yang tsiqah dan muttashil pada sahabat atau tabi'in.
Sebab hadits yang ada kini tak sampai 1% dari hadits-hadits Rasul SAW yang ada di zaman sahabat,
Anda bisa bayangkan Jika Imam Ahmad bin Hanbal telah hafal 1 juta hadits dengan sanad dan hukum matannya, namun ia hanya mampu menulis sekitar 20 ribu hadits pada musnadnya, sisanya tak tertulis, lalu kemana 980 ribu hadits lainnya?, sirna dan tak tertuliskan, demikian pula Imam Bukhari yang hafal lebih dari 600 ribu hadit dengan sanad dan hukum matannya namun beliau hanya mampu menuliskan sekitar 7000 hadits pada shahihnya dan beberapa hadits lagi pada buku2 beliau lainnya,
Lalu kemana 593 ribu hadits lainnya? sirna dan tak sempat tertuliskan, Namun ada tulisan tulisan dan riwayat sanad yang dihafal oleh murid-murid mereka, disampaikan pula pada murid-murid berikutnya. Nah demikianlah sanad yang sampai saat ini tanpa teriwayatkan dalam hadits shahih.
Tentunya jalur mereka yang tak sempat terdata secara umum, namun masih tersimpan jalurnya dengan riwayat tsiqah dan muttashil kepada para sahabat. Hal ini merupakan Ikhtilaf, boleh mengamalkannya dan boleh meninggalkannya.
- Setelah selesai Shalat membaca Istigfar 10 x :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعِظِيْمَ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَ أتُوُبُ إِلَيْهِ
- Kemudian baca shalawat 100 x :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا محمّد
- Kemudian membaca basmalah, hamdalah dan syahadat
- Kemudian membaca Doa kafarah 3 kali.
اَللَّهُمَّ يَا مَنْ لاَ تَنْفَعُكَ طَاعَتِيْ وَلاَ تَضُرُّكَ مَعْصِيَتِيْ تَقَبَّلْ مِنِّيْ مَا لاَ تَنْفَعُكَ وَاغْفِرْ لِيْ مَالاَ تَضُرُّكَ يَا مَنْ إِذَا وَعَدَ وَفَا وَ إِذَا تَوَاعَدَ تَجَاوَزَ وَعَفَا اِغْفِرْ لِعَبْدٍ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَأَسْأَلُكَ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ بَطْرِ اْلغِنَى وَجَهْدِ اْلفَقْرِ إِلَهِيْ خَلَقْتَنِيْ وَلَمْ أَكُنْ شَيْئًاً وَرَزَقْتَنِيْ وَلَمْ اَكُنْ شَيْئاً وَارْتَكَبْتُ اْلمَعَاصِيْ فَإِنِّيْ مُقِرٌّ لَكَ بِذُنُوبِيْ فَإِنْ عَفََوْتَ عَنِّيْ فَلاَ يَنْقُصُ مِنْ مُلْكِكَ شَيْئاً وَإِنْ عَذَبْتَنِيْ فَلاَ يَزِيْدُ فِيْ سُلْطَاِنكَ شيئاً اَللَّهُمَّ إِنْ تَجِدُ مَنْ تُعَذِّبُهُ غَيْرِي وَاَنَا لاَ أَجِدُ مَنْ يَرْحَمُنِيْ سِوَاكَ فَاغْفِرْ لِيْ مَا بَيْنِيْ وَبَيْنَكَ وَمَا بَيْنَ خَلْقِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا رَجَاءَ السّائِلِيْنَ وَيَا أَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ إِرْحَمْنِيْ بِِرَحْمَتِكَ الْوَاسِعَةَ أَنْتَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَاَلمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ ِللْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَتَابِعِ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ ربّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُالرَّاحِمِيْنَ وصلى الله على سيّدنا محمّد وعلى ألِهِ وصحبه وسلّم تسليمًا كثيرًا
والحمد لله ربّ العالمين. أمين.
Allahummaghfir lil mukminiina wal mukminaat wal musliimina wal muslimaat wa taabi’ baynana wa baynahum bil khaiyrati rabbighfir warham wa anta khairur-rahimiin wa shallallaahu ‘alaa sayyidina Muhammadin wa ‘alaa alihii wa shahbihi wasallama tasliiman katsiiran amiin. (3 kali)
Artinya;
Yaa Allah, yang mana segala ketaatanku tiada artinya bagiMu dan segala perbuatan maksiatku tiada merugikanMu. Terimalah diriku yang tiada artinya bagi-Mu. Dan ampunilah aku yang mana ampunan-Mu itu tidak merugikan bagi-Mu. Ya Allah, bila Engkau berjanji pasti Engkau tepati janji-Mu. Dan apabila Engkau mengancam, maka Engkau mau mengampuni ancaman-Mu. Ampunilah hamba-Mu ini yang telah menyesatkan diriku sendiri, aku telah Engkau beri kekayaan dan aku mengumpat di saat aku Engkau beri miskin. Wahai Tuhanku Engkau ciptakan aku dan aku tak berarti apapun. Dan Engkau beri aku rizki sekalipun aku tak berarti apa-apa, dan aku lakukan perbuatan semua ma’siat dan aku mengaku padaMu dengan segala dosa-dosaku. Apabila Engkau mengampuniku tidak mengurangi keagungan-Mu sedikitpun, dan bila Kau siksa aku maka tidak akan menambah kekuasaanMu. Wahai Tuhanku, sesungguhnya engkau mendapatkan orang yang akan Kau siksa selain aku. Namun bagiku hanya Engkau yang dapat menyayangiku. Ampunilah dosa-dosaku kepada-Mu. Dan ampunilah segala kesalahanku di antara aku dengan hamba-hambaMu. Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih dan tempat pengaduan semua pemohon dan tempat berlindung bagi orang yang takut. Kasihanilah aku dengan pengampunanMu yang luas. Engkau yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Engkaulah yang memelihara seluruh alam yang ada.
Ya Allah, Ampunilah segala dosa-dosa orang mu’min dan mu’minat, muslimin dan muslimat dan satukanlah aku dengan mereka dalam kebaikan. Wahai Tuhanku ampunilah dan kasihilah. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Washallallahu ‘alaa sayyidina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasalim tasliiman kasiira. Aamiin.
Diambil dari kitab “Majmu’atul Mubarakah”, susunan Syekh Muhammad Shadiq Al-Qahhawi.
(Oleh: Habib Mundzir Al-Musawa dan dari berbagai sumber lain)
Waktu shalat sunnah kafarah, kesempatannya hanya di hari Jum'at terakhir bulan Ramadlan, batasnya antara waktu shalat dhuhur dan shalat Ashar.
Karena Hal ada ini banyak ikhtilaf di antara ulama', maka boleh diamalkan atau juga ditinggalkan sesuai dengan bimbingan guru atau ulama' yang diyakininya.
Dan kalangan Habaib banyak yang melaksanakan qadla' saja seperti tata cara berikut:
Setelah selesai shalat JUM'AT kemudian dimulai dari shalat Dhuhur 4 rakaat seperti biasa lalu Ashar 4, Maghrib 3, Isya' 4 dan Shubuh 2 rakaat. Silahkan lakukan berjama'ah atau sendiri di rumah.
Jadi BUKAN hanya cukup dengan shalat 4 rakaat 1 salam yang katanya cukup untuk menutupi shalat-shalat di atas, sama sekali BUKAN, ini terjadi seperti salah paham yang beredar di kalangan masyarakat saat ini, bahwa yang demikian ini tanpa tuntunan yang berarti bid'ah karena beda cara pelaksanaannya.
Sampai sekarang, para habaib melakukan shalat QADLA', baik itu Habibana Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidh dan juga Habibana Syech bin Abdul Qadir Assegaf dan para habaib lainnya di SOLO, Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan, jama'ah Al-Hawi Cililitan Jakarta dan lainnya masih banyak lagi, yang semuanya melakukan dengan tatacara di atas (dimulai dari shalat Dhuhur 4 rakaat seperti biasa lalu Ashar 4, Maghrib 3, Isya' 4 dan Shubuh 2 rakaat)
NIATNYA:
Ushalli Fardladh Dhuhri arba'a raka'aatin Qadla'an mustaqbilalqiblati imaman (kalau jadi imam), atau ma'muman (kalau menjadi ma'mum) lillahi ta'ala ALLAHU AKBAR.
Tinggal ganti untuk shalat-shalat yang lain, Ashar dan seterusnya sampai Shubuh.
Ketahuilah !!‼
Syekh Abubakar Bin Salim RA berkata:
“Tidak diperbolehkan dan termasuk dosa besar jika seorang sengaja meninggalkan shalat fardlu selama setahun dengan niatan hanya ingin mengqadla’nya pada hari Jum’at terakhir dalam bulan Ramadlan".
ULASAN:
Yang pertama kali mencetuskan shalat qadha' lima waktu pada hari jum’at terakhir bulan Ramadlan adalah Beliau SYECH ABU BAKAR BIN SALIM FACHRUL WUJUD dan keturunan-keturunannya, kemungkinan ada dari shalat lima waktu yang belum terqadla' maka pada saat itu mengqadla'nya berjama’ah.
Banyak para ulama yang membahas tentang masalah ini dan dijadikan dalam satu kitab khusus.
Paling bagusnya kitab yang membahas hal ini adalah kitab yang disusun oleh Syekh Fadlal bin Abdurrahman Bafadhal (guru daripada para Masyaikh di Tarim Hadlramaut) yang bernama
القول المنقوض في الرد على من أنكر الخمس الفروض
Khulashah dari pembahasan dalam kitab beliau di atas ada tiga masalah:
1. HARAM bagi orang yang meyakini bahwa qadla lima waktu tersebut bisa mengqadla (bukan menambal/menyempurnakan) semua shalat yang dia tinggalkan.
2. WAJIB bagi orang yang meyakini punya shalat yang perlu diqadla' tapi tidak meyakini seperti keyakinan pertama, hanya shalat itu saja yang lain belum terqadla'kan
3. HATI-HATI bagi orang yang selalu shalat lima waktu tetapi punya keraguan mungkin dari shalat lima waktu yang dia kerjakan ada yang kurang dalam syarat dan rukunnya sehingga perlu diqadla'.
Para ulama menanggapi hal di atas ada yang mengatakan sah dan tidak sah.
Bagi kaum muslimin silakan mau ikut yang mana, mau dikerjakan boleh dan tidak dikerjakan maka tidak masalah (Intisari dari fatwa Sayyidil Habib al-allamah Salim bin Abdullah bin Umar Asy-Syathiri)
Didapatkan dari tulisan Al-Faqih Al-Imam Al-Muhaddits Ibrahim bin Umar Al-Alawy diriwayatkan dari RASULULLAH SAW bersabda:
"Barang siapa yang melakukan qadla' fardlu 5 waktu shalat di akhir jum'at di bulan ramadlan maka dapat MENAMBAL cacatnya shalat sepanjang umurnya sampai 70 tahun, sebagaimana disebutkan dalam fatwa Al-Habib Muhammad bin Hadi As-Segaf dalam kitabnya "TUHFATUL ASYRAF".
لكن هذا القضاء لكل ما يختل في صلاته بوسواس و غير طهور و ذلك يفعل بعضهم بغير تعمد
Jadi qadla' ini dilakukan dalam rangka BUKAN MENUTUP KARENA TIDAK SHALAT, akan tetapi telah melakukan shalat 5 waktu dengan baik, hanya saja barang kali di sela-sela dia melakukan shalat ada yang kurang pas dalam kacamata syari'at. Insya Allah ditambal dengan dengan shalat qadla' tersebut.
Wallahu a'lam insyaallah bermanfaat...
Posting Komentar untuk "Shalat Sunnah Kafarah Pada Hari Jum'at Terakhir Bulan Ramadlan"