Amal Pemusnah Kebaikan Bagian 4
Pertama, karena kerusakan pada bentuknya. Misalnya, bijih besi sebelum dibentuk dan dipoles.
Kedua, karena cermin tertutup oleh kotoran, karat dan debu.
Ketiga, karena cermin dipalingkan dari arah keberadaan objek.
Keempat, karena adanya penghalang di antara cermin dan objek.
Kelima, karena cermin tidak tahu arah di mana objek itu berada.
Hati pun demikian, seperti cermin. Hakikat dari segala sesuatu tidak bisa tampak di hati disebabkan lima hal.
Pertama, karena adanya kekurangan pada hati itu sendiri. Misalnya, hati anak kecil, yang tidak bisa mencerap beberapa jenis pengetahuan karena belum sempurna.
Kedua, hati tertutup oleh kotoran yang bertumpuk akibat banyak melakukan kemaksiatan dan menuruti nafsu. Maka, kepatuhan kepada Allah dan berpaling dari tuntutan nafsu adalah satu-satunya cara untuk membuat hati menjadi bersih. Allah Swt. berfirman, Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami, QS Al-Ankabut (29): 69.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pun bersabda, "Siapa yang mengamalkan apa yang diketahuinya, Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya!'
Ketiga, melenceng dari arah hakikat yang dicari. Karena itu, meskipun bersih, hati orang saleh pun tidak bisa melihat hakikat dengan jelas jika ia memang tidak hendak mencari hakikat itu dan tidak menghadap padanya. Barangkali seseorang mencurahkan segenap perhatiannya terhadap berbagai amal ibadah jasmani maupun sumber-sumber penghidupannya, tetapi ia mengabaikan keberadaan sifat-sifat rabbani dan hakikat-hakikat Ilahi yang tersamar. Maka yang akan tampak kepadanya hanyalah apa yang ia pikirkan, yaitu hal-hal yang dapat merusak amal, keburukan jiwa yang tersembunyi, dan keuntungan duniawi belaka.
Keempat, adanya hijab atau penghalang. Seseorang yang taat, mampu mengendalikan nafsunya, dan mencurahkan segenap perhatiannya hanya pada hakikat, terkadang tidak tersingkap baginya hakikat tersebut. Sebabnya, ia terhalang oleh keyakinan yang telah tertanam dalam dirinya sejak kecil melalui doktrin. Sebab ini pula yang membuat sebagian besar para ahli kalam dan orang-orang yang bermazhab secara fanatik terhalang dari hakikat. Bahkan sebagian besar orang-orang saleh pun terhalang oleh keyakinan-keyakinan yang didoktrinkan hingga melekat di hati mereka.
Kelima, tidak tahu arah yang benar untuk mencapai hakikat yang ingin dicari. Seorang pencari ilmu tidak mungkin bisa memperoleh suatu ilmu yang tidak diketahuinya, kecuali dengan mengingat pengetahuan-pengetahuan yang sesuai dengan ilmu yang ingin diperolehnya. Sebab, ilmu yang ingin diperolehnya itu bukan ilmu yang bersifat fitrah, ia tidak bisa diperoleh kecuali melalui jaringan ilmu-ilmu yang sudah dia peroleh sebelumnya. Bahkan, ilmu tersebut hanya bisa dihasilkan dengan menggabungkan dua pengetahuan yang selaras dan dikombinasikan sedemikian rupa.
Dengan demikian, ketidaktahuan terhadap pengetahuan-pengetahuan yang selaras dan cara mengombinasikannya adalah penghalang untuk memperoleh ilmu. Contohnya, cermin yang tidak tahu arah di mana objek berada, sebagaimana yang telah saya sebutkan. Contoh lain, ada seseorang ingin melihat bagian belakang kepalanya dengan cermin. Jika ia meletakkan cermin di depan wajahnya, berarti cermin tidak menghadap bagian belakang kepala, sehingga bagian belakang kepala tidak tampak. Jika ia menaruh cermin di sisi belakang kepala dan menghadap bagian belakang kepala, berarti ia menyimpangkan cermin dari pandangan matanya, sehingga ia tidak bisa melihat cermin. Oleh sebab itu, ia memerlukan cermin kedua untuk diletakkan di belakang kepala, sementara cermin yang pertama diletakkan di depan matanya. Dengan begitu terjadi kombinasi antara kedua cermin. Objek bagian belakang dipantulkan oleh cermin kedua, lalu gambar objek pada cermin kedua dipantulkan oleh cermin yang berada di depan mata. Mata kemudian bisa melihat objek bagian belakang kepala. Begitu juga yang terjadi dalam proses pencarian ilmu, tetapi prosesnya lebih hebat daripada contoh yang telah saya sebutkan, karena adanya unsur pemalsuan dan penyimpangan.
Itulah sebab-sebab yang menghalangi hati untuk mengetahui hakikat. Kalau tidak ada penghalang-penghalang itu, niscaya semua hati secara alamiah bisa mengetahui hakikat karena hati merupakan pemberian Tuhan, mulia, dan siap untuk mengemban amanat. Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak yang lahir dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanyalah yang membuatnya menjadi pemeluk Yahudi, Nasrani, maupun Majusi" Ath-Thabrani meriwayatkan dari Abu Atabah Al-Khaulani dan menisbatkannya kepada Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, bahwa beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki bejana-bejana dari para penghuni bumi. Bejana-bejana Tuhanmu tersebut adalah hati hamba-hamba-Nya yang saleh." Sebuah hadis menyebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah ditanya, "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling baik?" Beliau menjawab,
"Setiap mukmin yang hatinya makhmum'.' Penanya bertanya lagi, "Apakah hati yang makhmum itu?" "Beliau menjelaskan, "Hati yang bertakwa dan bersih, yaitu hati yang di dalamnya tidak ada tipu daya, ketidakadilan, penghianatan, maupun iri hati."
Semua bentuk ketaatan dan amal kebajikan hanyalah dimaksudkan untuk membersihkan, menyucikan, dan membuat hati menjadi bersinar. Allah Swt. berfirman, Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (hati) (QS Al-Syams [91]: 9).
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidh
Oleh Habib Ahmad Novel Jindan
Selanjutnya: Amal Pemusnah Kebaikan Bagian 5
Posting Komentar untuk "Amal Pemusnah Kebaikan Bagian 4"