Mujahadah Tokoh Bani Alawiyin Ke-1
Mujahadah Tokoh Bani Alawiyin Ke-1 |
Perlu diketahui, bahwa sering dilakukan di kalangan para tokoh thariqah Alawiyah jenis-jenis mujahadah seperti yang dilakukan oleh para tokoh di dalam kitab Risâlah al-Qusyairiyyah, juga para tokoh yang disebutkan dalam kitab Hilyatul Auliyâ’ karya Abu Nu’aim rahimahumullah.
Itu semua dijelaskan secara khusus di dalam kitab-kitab manaqib dan terjamah mereka. Sebagaimana diriwayatkan oleh Syekh Ali bin Salim, murid dari Syekh Abdullah Ba’alawi pada masa-masa ketika beliau tinggal bersamanya di Makkah pada bulan Ramadhan. Beliau berkata: “Apabila kami selesai melaksanakan shalat Tarawih, maka masing-masing dari kami mewajibkan diri untuk melaksanakan shalat dua rakaat yang di dalamnya kami membaca al-Quran seluruhnya dan kami tidak menyantap makan malam kecuali sesudah selesai dari dua rakaat tersebut, yaitu sesudah berbuka puasa dengan seteguk air atau sebutir kurma. Ketika itu saya belajar al-Quran kepada beliau dan masing-masing dari kami tidak keluar sebelum membaca setengah al-Quran.”
Ketika itu Syekh Muhammad bin Alawi bin Ahmad cicit dari Al-Ustâdz al-A’zhâm (Al-Faqîh al-Muqaddam-ed.) suka menelaah bacaannya pada waktu malam. Lalu beliau pun terbuai sampai setengah malam atau sebagian besar waktu malam atau boleh jadi justru semalam suntuk. Dikisahkan, bahwa pelita (lampu minyak) telah membakar sebanyak tiga belas sorban beliau pada saat beliau membaca Al-Quran, karena begitu terbuai di dalam bacaan.
Juga dikisahkan dari Syekh Muhammad Maula ad-Dawilah bahwa beliau pernah berdiam selama dua puluh tahun melakukan shalat Subuh dengan wudhu’ yang digunakan dalam shalat Isya’. Dan beliau melakukan puasa empat puluh hari secara beruntun selama musim panas.
Adapun putra beliau Syekh Abdur Rahman as-Saggaf suka menyepi di perkampungan an-Nu’air pada sepertiga malam terakhir dan setiap malamnya beliau dapat menghatamkan al-Quran dua kali khatam. Juga setiap harinya dua kali khatam. Berlanjut dengan empat kali khatam pada malam hari, empat kali khatam pada siang hari. Dua kali khatam pada waktu sesudah shalat Subuh sampai kepada waktu Zhuhur. Satu kali khatam pada waktu seusai shalat Zhuhur sampai waktu Asar yang mana beliau baca di dalam dua rakaat. Juga beliau mengkhatamkannya sesudah shalat Asar.
Pernah beliau tinggal sekitar tiga puluh tiga tahun tanpa tidur pada malam hari maupun siang. Beliau mengatakan: “Bagaimana akan dapat tidur, bila mana seseorang yang apabila berbaring ke sisi kanan akan dapat melihat surga dan apabila berbaring di atas lambung kiri dapat melihat neraka.”
Tetapi penglihatan itu hanya dapat terlihat melalui mata hati yang terkadang berbalik ke jalur pandangan mata kepala. Itu dapat muncul kepada beliau lantaran kuatnya iman dan keyakinan.
Di dalam hadits tentang gerhana (al-kusûf) yang tercantum di dalam Shahih al-Bukhari terkandung keterangan yang mirip dengan makna seperti itu.
Beliau pernah berdiam di perkampungan Nabi Hud AS. selama satu bulan penuh tanpa makan kecuali hanya segenggam makanan dari tepung. Sedang putra beliau Syekh Umar al-Muhdhor pernah menjauhi makan pada siang dan malam hari. Bahkan tinggal selama lima tahun tanpa makan sebagaimana kebiasaan masyarakat. Beliau juga pernah tinggal selama tiga puluh tahun tanpa makan kurma, dan beliau berkata: “Itulah hal yang paling saya sukai. Oleh karena itu saya dapat menahan diri.”
Beliau tinggal di daerah Ridah al-Musyqish selama satu bulan penuh tanpa merasakan sesuatu pun kecuali air. Beliau juga pernah menahan diri selama melakukan perjalanan ibadah haji selama empat puluh hari tanpa merasakan makanan maupun minuman. Makanan beliau tidak tersentuh dan tidak menjadikannya lemah dalam berjalan. Kemudian berada di lokasi perkampungan Nabi Hud AS. selama satu bulan tanpa makan selain dua belas potong ikan laut. Seringkali makanan pokok beliau adalah susu. Di samping itu beliau masih juga melakukan mujahadah-mujahadah lain.
Ketika itu putra saudara beliau yang bernama Syekh Abdullah al-Aydrus, menjalani beberapa waktu tanpa makan lain kecuali kurma Isyrak. Beliau juga menjalani puasa selama tujuh tahun dan berbuka puasa hanya dengan tujuh butir kurma tanpa makan yang lain. Juga pernah selama satu tahun beliau tidak makan kecuali sebanyak lima cupak (mud). Juga pernah sepanjang satu bulan penuh, beliau tidak makan kecuali sebanyak satu cupak saja.
Beliau rahimahullah mengatakan: “Pada awalnya saya membaca buku-buku tashawuf, lalu saya menguji diri melalui cara mujahadah mereka sebagaimana dijelaskan di dalam kitab-kitab karangan mereka.”
Beliau tinggal selama tiga tahun dengan tidur di tempat-tempat sampah sebagai latihan jiwa. Selanjutnya tidak tidur selama lebih dari dua puluh tahun, tanpa tidur sedikit pun, baik pada malam maupun siang hari!
Beliau suka mengambil kitab yang mirip dengan Al-Minhaj, membaca isinya sejak awal petang sampai akhir malam. Dikisahkan, bahwa beliau rahimahullah pernah berkata bahwa beliau pernah berpegang pada kitab serupa Nasyrul Mahâsin dan kitab Athraf al-‘Ajâ-ib pada waktu Zhuhur. Beliau mempelajarinya dan menelaah isinya, maka sebelum tiba waktu Asar, beliau sudah sampai pada bagian akhir. Saya suka membiasakan diri mengerahkan perhatian untuk bersungguh-sungguh dan suka kepada sikap demikian. Dan rasa gemar itu datang dengan sendirinya.”
Sementara itu, saudara beliau yang bernama Syekh Ali bin Abu Bakar tidak tidur malam hari kecuali hanya seperenamnya saja, ia membaca Kitab al-Quran danmembiasakan seperti itu, sedang suluknya adalah ajaran-ajaran pada kitab Tuhfah al-Muta’abbid.
Syekh Quthb Abu Bakar bin Abdullah al-Aydrus, sebagaimana dikisahkan tentang mujahadah beliau, bahwa beliau pernah meninggalkan tidur malam selama lebih dari dua puluh tahun. Sementara menurut seseorang terpercaya yang menjadi pelayan beliau, bahwa hal tersebut berselang lebih dari tiga puluh tahun. Dan ia pun mengatakan: “Saya belum pernah melihat beliau terlelap tidur lebih dari tiga jam.”
Putra paman beliau bernama Syekh Abdur Rahman bin Ali selalu perhatian kepada setiap ibadah fardhu, banyak membaca al-Quran, wirid, dan tidak tidur semalaman. Beliau tersebut berkata: “Tiada yang lebih saya sukai dalam hidup kecuali membaca kitab-kitab, untuk meningkatkan amal soleh dan mengejar ilmu-ilmu yang bermanfaat.”
Di antara buku-buku yang dibacakannya di hadapan ayah beliau adalah kitab Al-Ihyâ’. Beliau telah membacakan kitab itu kepada ayahnya sebanyak empat puluh kali. Pernah beliau keluar rumah, yang ketika itu beliau masih sebagai anak kecil, bersama putra pamannya Abu Bakar bin Abdullah al-Aydrus, menuju ke perkampungan an-Nu’air sesudah lewat tengah malam dengan tujuan hendak melakukan shalat tahajud. Maka, masing-masing mereka membaca sepuluh juz di dalam shalat. Lalu keduanya pulang ke rumah sebelum Subuh,
Oleh Habib Ali Abdurahman Al-Habsyi
Baca Juga: Mujahadah Tokoh Bani Alawiyin Ke-2
Posting Komentar untuk "Mujahadah Tokoh Bani Alawiyin Ke-1"