Tawadlu' (Rendah Hati) Itu Masih Ada
Kiai Masbuhin, mendengar namanya sudah tidak asing lagi di
telinga kita. Ya, KH. Masbuhin Faqih adalah Pengasuh Pondok Pesantren Mamba'us
Sholihin, Suci Gresik. Santrinya ribuan, dan pesantrennya seringkali dikunjungi
para ulama dan habaib kaliber dunia seperti Habib Salim Asy-Syathiri dan Habib
Umar bin Hafidh.
Apa yang kusaksikan pagi ini benar-benar menampar.
Saya dan beliau serta banyak tamu lainnya, pada pagi hari
sama-sama di Ndalem (kediaman) Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan. Sama-sama
hendak sowan (menghadap) sang habib. Beliau sudah ada di Ndalem Habib Luthfi
lebih awal dari saya.
Beliau bertanya: "Sampeyan sudah sering sowan ke
sini?"
"Tidak, Kiai. Baru sekali," jawabku.
Ditanya demikian, sangkaku beliau baru pertama kali sowan.
Maka kutanya: "Kiai baru pertama kali sowan ke Abah Habib?"
Jawaban beliau berikut membuatku sangat malu pada diri
sendiri. "Tidak, saya sudah dua kali sowan ke sini. Dan Habib Luthfi
pernah ke pesantrenku tiga kali," tuturnya kalem.
Kemudian karena biasanya kusaksikan orang-orang yang hendak sowan ke Habib Luthfi mereka langsung naik ke ruangan atas, maka aku pun mengatakan kepada Kiai Masbuhin Faqih: "Kiai tidak langsung ke atas saja?"
"Mboten wantun kulo!" (Saya tidak berani), jawab beliau dengan ekspresi wajah serius dan tawadlu' yang tidak dibuat-buat.
Jawaban beliau ini betul-betul menjadi tamparan yang sangat keras, melebihi tamparan yang awal! Seorang kiai besar, punya santri ribuan, dikenal oleh para ulama dan habaib kaliber dunia, sama sekali tidak merasa lebih tinggi dibanding para tamu lainnya! Beliau rela menunggu berjam-jam di ruangan bawah. Hanya berani ke atas jika Abah Habib sudah memanggilnya, bahkan jika harus mengantri paling akhir sekalipun. Ternyata "tawadlu'" itu belum sirna.
(Sya'roni As-Samfuriy, Pekalongan 14 Januari 2016)
Posting Komentar untuk "Tawadlu' (Rendah Hati) Itu Masih Ada"