Indahnya Kasih Sayang Dalam Perbedaan...!
Tulisan ini memang agak panjang, akan
tetapi penuh dengan ilmu hikmah yang bermakna di dalamnya. Kita akan menyaksikan bahwa
perbedaan pendapat adalah sesuatu yang lumrah terjadi, tidak perlu bagi kita
memaksakan pendapat kepada orang lain.
Bahkan
dalam sebuah Hadits, Nabi SAW bersabda:
اِخْتِلاَفُ اُمَّتِي
رَحْمَةٌ
“Perbedaan yang terjadi pada umatku adalah sebuah rahmat”
(HR Baihaqi dan Dailami)
Terkadang muncul pendapat dari
golongan yang fanatik dengan kelompoknya serta menganggap yang lain salah.
Mereka dengan berani mengkritisi hadits ini, dengan dalih bahwa Islam selalu
mengajarkan kita untuk selalu bersatu padu dalam menjaga agama Allah SWT.
Jika kita teliti dalam menelaah
teks-teks keagamaan seperti Al-Qur'an dan hadits, kita akan mengerti bahwa
sebenarnya perbedaan dalam kehidupan ini merupakan sebuah keniscayaan
(sunnatullah) yang tidak mungkin kita hindari. Perbedaan tidak hanya terdapat
pada kehidupan manusia saja, bahkan para makhluk pilihan seperti para Malaikat,
Nabi dan sahabat nabi pun tak lepas dari perbedaan pendapat.
Allah SWT berfirman di dalam
Al-Qur'an:
قُلْ
هُوَ نَبَأٌ عَظِيمٌ (67) أَنْتُمْ عَنْهُ مُعْرِضُونَ (68) مَا كَانَ لِيَ مِنْ
عِلْمٍ بِالْمَلَإِ الْأَعْلَى إِذْ يَخْتَصِمُونَ (69) [ص: 67 - 69]
“Katakanlah: "Berita itu adalah berita yang besar, Yang
kamu berpaling daripadanya. Aku tiada mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang
Al mala'ul a'la (malaikat) itu ketika mereka berbantah-bantahan.” (QS Shad
: 67-69)
Ayat di atas membuktikan bahwa
Malaikat yang tercipta dengan tanpa hawa nafsu dan selalu taat kepada perintah
Allah SWT pun ternyata mengalami perbedaan pendapat satu sama lain.
Para Nabi pun juga terkadang
berselisih antara satu dengan yang lain. Allah SWT berfirman :
قَالَ
هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ
عَلَيْهِ صَبْرًا [الكهف: 78]
“Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara Aku dengan
kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu
tidak dapat sabar terhadapnya. (QS Al Kahfi: 78)
Khidhr as melakukan beberapa
hal yang menurut Nabi Musa adalah sesuatu yang salah, Nabi Musa pun memprotes
apa yang dilakukan oleh Khidhr AS sehingga akhirnya Khidhr AS pun memutuskan
untuk berpisah dengan Nabi Musa seraya menerangkan apa yang mendasari perbuatan
beliau.
Para sahabat pun juga terkadang
berselisih dan berbeda pendapat. Contohnya, ketika masalah sholat ashar di
pemukiman Bani Quraidlah. Bani Quraidlah adalah sekelompok keturunan Yahudi.
Rasulullah saw diperintah oleh
Allah SWT untuk menyerang kaum itu karena pembangkangan dan pengingkaran
perjanjian yang mereka lakukan. Dalam proses penyerangan itu Rasulullah saw
memerintahkan para sahabatnya agar mereka tidak melaksanakan Shalat Ashar kecuali
setelah sampai di tempat tinggal Bani Quraidlah.
Namun, sebelum mereka sampai di
Bani Quraidlah waktu Ashar hampir habis. Di sinilah muncul perbedaan pendapat
di antar sahabat. Sebagian dari mereka melaksanakan shalat terlebih dahulu
dengan alasan tidak mungkin Rasulullah saw memerintahkan umatnya untuk shalat
di luar waktu. Mereka menganggap perintah untuk Shalat Ashar di Bani Quraidlah
hanya sebagai isyarat untuk mempercepat langkah. Namun sebagian sahabat lainnya
tetap bersikukuh untuk melaksanakan Shalat Ashar di Bani Quraidlah walaupun
harus dilakukan di luar waktu. Mereka yakin bahwa apapun yang diperintahkan
Nabi saw harus ditaati karena hanya dengan perintah beliaulah kita bisa
mengerti perintah Allah SWT. Demikianlah perbedaan itu terjadi dan faktanya
ketika mengetahui hal itu Rasulullah saw tidak menyalahkan dua golongan
tersebut.
Perselisihan pendapat yang
dikisahkan di dalam Al-Qur'an dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbedaaan
pendapat adalah sebuah hal yang sangat lumrah. Jika para malaikat yang tercipta
tanpa hawa nafsu, para nabi yang menerima wahyu dari Allah SWT dan para sahabat
yang mendapat pendidikan langsung dari sang Nabi saw masih mengalami perbedaan
perspektif (pandangan) di antara mereka, maka sangatlah wajar apabila orang-orang
setelah mereka pun mengalami perbedaan pendapat.
Namun perlu digaris bawahi
bahwa semua perbedaan itu muncul atas dasar taat kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya, dengan ijtihad (penggalian hukum) yang mempunyai dasar kuat bukan
menuruti hawa nafsu belaka.
Oleh karena itu Sebagian ulama
menyatakan bahwa perbedaan yang dimaksud sebagai rahmat adalah perbedaan para
ulama dalam permasalahan furu’iyyah bukan perbedaan yang berasal dari
pernyataan orang awam yang tanpa dasar atau ngawur.
Sebagai orang awam yang tidak
mampu berijtihad, tugas kita adalah mempelajari serta mengikuti hasil hukum yang
telah dipahami oleh para Imam yang mujtahid berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits.
Terkadang kita menemukan perbedaan pendapat di antara para Imam dalam
menentukan suatu hukum. Imam A mengatakan ini haram sedangkan Imam B mengatakan
hanya makruh bahkan boleh. Jika kita adalah pengikut imam A maka kita akan
menyatakan hal itu adalah adalah haram. Padahal tidak selamanya memungkinkan
bagi kita untuk mengikuti pendapat tersebut.
Masalah akan muncul tatkala
kita tertuntut atau sangat membutuhkan hal ini, tanpa mengetahui pengarahan
dari dasar yang terpercaya kita akan melakukan hal tersebut dengan meyakini
keharamannya, ini adalah salah satu bentuk maksiat. Berbeda jika kita mengikuti
(taqlid) pada Imam yang mampu menjelaskan dasar-dasar kebolehannya dengan
terperinci dan bisa dipertanggungjawabkan, maka pada saat-saat yang mendesak
kita bisa mengamalkan pendapat itu dan terbebas dari keharaman yang sebelumnya
kita yakini. Di sinilah nilai rahmatan dalam sebuah perbedaan.
Baca Juga: Cerita Dua Orang Di Kantor Yang Penuh Makna
Posting Komentar untuk "Indahnya Kasih Sayang Dalam Perbedaan...!"