Doa Untuk Orang-Orang Yang Pernah Kita Dhalimi
Doa Untuk Orang-Orang Yang Pernah Kita Dhalimi Dan Kita Kesulitan Untuk Meminta Maaf Kepada Mereka. (Ijazah Dari Hadlratusy Syekh Ahmad Asrori Al-Ishaqi RA)
Kemudian bacalah:
> Surat Al Ikhlash (Qul Huwallahu Ahad . . . .) 12 kali.
> Surat Al Falaq (Qul A’udzu Birabbil Falaq . . . .) 1 kali
.> Surat An Nas (Qul A’udzu Birabbin Nas . . . .) 1 kali.
Setelah itu, memohon dan dihaturkan kepada Allah SWT.
Cara menghaturkannya dengan berdoa: 3X
أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّكَ وَحَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ ، وَأَثِبْنِيْ عَلَى مَا قَرَأْتُ ، وَاجْعَلْهُ فِيْ صَحَائِفِ مَنْ لَهُ عَلَيَّ تَبُعَةٌ مِنْ عِبَادِكِ مِنْ مَالٍ وَعِرْضٍ . وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. “
AllaHumma Shalli Wasallim ‘Alaa Nabiyyika Wa habiibika Sayyidinaa Muhammadin Wa AaliHii, Wa Atsibniy ‘Alaa Maa Qoro’tu, Waj ‘AlHu Fii Shahaa-ifi Man LaHuu ‘Alayya Tabu’atun Min ‘Ibaadika Min Maalin Wa ‘Irdlin. (dibaca 3 x). Wa ShallallaaHu ‘Alaa Sayyidinaa Muhammadin Wa AaliHii Wa ShahbiHii Wa Sallama”
Artinya:
“Ya Allah . . . limpahkanlah rahmat dan salam kepada Nabi-Mu dan kekasih-Mu, pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad serta kepada keluarganya. Dan berikanlah pahala atas apa yang telah saya baca tadi. Lalu masukkanlah pahala itu ke dalam buku catatan amal orang yang pernah saya dhalimi dari hamba-hambaMu, baik kedhaliman berupa materi, maupun harga diri (non materil). Semoga Allah menganugerahkan rahmat serta salamnya kepada pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad, keluarga, serta para Sahabatnya”.
Keterangan:
Doa di atas, dibaca setiap malam, terlebih pada tiap malam bulan Ramadlan. Seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, setelah sebulan penuh menjalankan puasa Ramadan dan ditutup dengan membayar zakat, maka segala dosa para pendosa akan diampuni. Sehingga, ia akan kembali suci. Tapi ini khusus dosa yang berhubungan dengan hablum minallah.
Sedangkan pengampunan Allah SWT terhadap dosa-dosa yang bersifat hablum minannas, bergantung dengan kerelaan mereka masing-masing untuk saling memaafkan. Makanya, ada kultur yang sangat positif dalam masyarakat kita ketika Idul Fitri. Yaitu, dengan saling beranjang sana ke sanak famili dan para tetangga dengan tujuan untuk saling bermaaf-maafan.
Dengan demikian, pada hari yang Fitri ini, dosa-dosa ‘vertikal’ kita kepada Allah SWT telah dimaafkan dan dosa-dosa ‘horizontal’ kita terhadap sesamapun juga bisa terhapuskan. Sehingga, kita bisa menatap ke depan untuk memulai lembaran baru tanpa bayang-bayang dosa masa lalu, seperti halnya bayi yang baru lahir dari rahim ibunya. Meminta ampunan kepada Allah SWT ataupun bertaubat kepadaNya (bisa dibilang) cukup mudah. Yang penting kita menyesali segala dosa-dosa kita -selain dosa syirik- dan kita mau berkomitmen untuk tak akan mengulanginya lagi di kemudian hari, maka Allah SWT dengan sifat Ghafur-Nya telah menjanjikan untuk menerima taubat kita.
Yang kemudian menjadi problem tersendiri adalah meminta maaf kepada sesama manusia. Sebab, untuk meminta kerelaan seseorang yang pernah kita zalimi, kita harus melakukan kontak ataupun berkomunikasi dengannya. Berkomunikasi dengan Allah SWT bisa di mana saja dan kapan saja. Tapi berkomunikasi dengan manusia, tentu tak semudah dan selonggar itu. Belum lagi, kalau kita -misalnya saja- sudah kehilangan kontak dengan orang yang pernah kita zalimi tersebut, dan kita tak lagi tahu di mana rimbanya?. Lalu, bagaimanakah cara kita untuk meminta kerelaannya agar mau memaafkan kita?
Di bagian akhir dari kitabnya yang merupakan syarah atau penjelas dari kitab Sulamut Taufiq, Syekh Muhammad Nawawi Al-Banteni membuat satu judul tentang tata cara bertaubat dari dosa.[2] Di sana disebutkan bahwa jika dosa yang dilakukan oleh seseorang adalah berupa meninggalkan kefardluan yang sifatnya vertikal -seperti shalat, zakat, dan seterusnya-, maka yang harus ia lakukan adalah bersegera untuk mengqadla-nya. Dan jika dosa tersebut berhubungan dengan hak-hak orang lain atau haqqul adamiy yang sifatnya horizontal, maka hal ini dibagi menjadi dua;
Pertama, dosa yang ada sangkut pautnya dengan materi atau harta benda. Seperti, pernah mengghasab barang milik orang lain atau mencurinya, dan yang semisal dengannya. Ketika pemilik harta benda yang didhalimi tersebut masih hidup dan bisa diketahui keberadaannya, maka harus dimintakan halalnya serta kerelaannya (dengan mengembalikan barang tersebut -jika masih ada- atau menggantinya dengan yang baru, bergantung kesepakatan antara kedua belah pihak). Dan jika pemiliknya telah meninggal dunia, maka harus dimintakan kerelaan dari ahli warisnya.
Kedua, jika pemilik barang tersebut tak diketahui rimbanya, maka yang harus dilakukan adalah menyerahkan barang tersebut kepada orang-orang fakir -jika barang tersebut masih ada-. Dan jika barangnya telah hilang atau rusak, maka ia harus mengganti nilai/harga barang tersebut dengan uang, kemudian menyedekahkannya kepada orang-orang fakir juga. Keduanya, diniatkan sebagai titipan yang dititipkan kepada Allah SWT untuk disampaikan kepada orang yang pernah kita zalimi tersebut, kelak di hari kiamat. Kedua, dosa yang bersifat non materil. Seperti, pernah memukul orang lain tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’, pernah melukai (tubuh ataupun perasaan) orang lain, dan sebagainya. Cara agar terbebas dari dosa model yang kedua ini adalah dengan meminta halal atau ridla kepada orang yang bersangkutan secara langsung. Itu jika memungkinkan.
Tapi jika tak memungkinkan untuk meminta maaf dengan menghubunginya secara langsung -karena telah terpisah oleh jarak, ruang, dan waktu serta mengalami lost contact dengannya, misalnya-, maka yang kemudian harus dilakukan adalah: menundukkan diri kepada Allah SWT, lalu mendoakan orang yang pernah kita zalimi tadi. Tujuannya, agar kelak di hari kiamat, orang tersebut dibikin ridla oleh Allah SWT. Sehingga, ia tak lagi menuntut keadilan atas perbuatan dhalim yang pernah kita lakukan kepadanya.[3]
Nah, ijazah dari Beliau Romo Yai Asrori RA di atas adalah salah satu teknis atau cara (yang berupa bimbingan/tuntunan) untuk mendoakan orang yang pernah kita zalimi tersebut. Allah Knows best !. (Iben-BAF)
[1] Didawuhkan oleh Beliau RA pada hari Ahad, tanggal 8 Ramadlan 1427 H.
[2] Muhammad Nawawi Al Banteni, Maraqah Sho’udut Tashdiq, Dar Al Kutub Al Islamiah, 148.
[3] Bisa juga ditambahi dengan sedekah yang pahalanya ditujukan untuk orang yang pernah kita dhalimi tadi. Lihat Muhammad Nawawi Al Banteni, Maraqah Sha’udut Tashdiq, Dar Al Kutub Al Islamiah, 149. 🙏
Baca Juga: 3 Golongan Yang Akan Mendapat Naungan Allah Pada Hari Kiamat
Artinya:
“Ya Allah . . . limpahkanlah rahmat dan salam kepada Nabi-Mu dan kekasih-Mu, pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad serta kepada keluarganya. Dan berikanlah pahala atas apa yang telah saya baca tadi. Lalu masukkanlah pahala itu ke dalam buku catatan amal orang yang pernah saya dhalimi dari hamba-hambaMu, baik kedhaliman berupa materi, maupun harga diri (non materil). Semoga Allah menganugerahkan rahmat serta salamnya kepada pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad, keluarga, serta para Sahabatnya”.
Keterangan:
Doa di atas, dibaca setiap malam, terlebih pada tiap malam bulan Ramadlan. Seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, setelah sebulan penuh menjalankan puasa Ramadan dan ditutup dengan membayar zakat, maka segala dosa para pendosa akan diampuni. Sehingga, ia akan kembali suci. Tapi ini khusus dosa yang berhubungan dengan hablum minallah.
Sedangkan pengampunan Allah SWT terhadap dosa-dosa yang bersifat hablum minannas, bergantung dengan kerelaan mereka masing-masing untuk saling memaafkan. Makanya, ada kultur yang sangat positif dalam masyarakat kita ketika Idul Fitri. Yaitu, dengan saling beranjang sana ke sanak famili dan para tetangga dengan tujuan untuk saling bermaaf-maafan.
Dengan demikian, pada hari yang Fitri ini, dosa-dosa ‘vertikal’ kita kepada Allah SWT telah dimaafkan dan dosa-dosa ‘horizontal’ kita terhadap sesamapun juga bisa terhapuskan. Sehingga, kita bisa menatap ke depan untuk memulai lembaran baru tanpa bayang-bayang dosa masa lalu, seperti halnya bayi yang baru lahir dari rahim ibunya. Meminta ampunan kepada Allah SWT ataupun bertaubat kepadaNya (bisa dibilang) cukup mudah. Yang penting kita menyesali segala dosa-dosa kita -selain dosa syirik- dan kita mau berkomitmen untuk tak akan mengulanginya lagi di kemudian hari, maka Allah SWT dengan sifat Ghafur-Nya telah menjanjikan untuk menerima taubat kita.
Yang kemudian menjadi problem tersendiri adalah meminta maaf kepada sesama manusia. Sebab, untuk meminta kerelaan seseorang yang pernah kita zalimi, kita harus melakukan kontak ataupun berkomunikasi dengannya. Berkomunikasi dengan Allah SWT bisa di mana saja dan kapan saja. Tapi berkomunikasi dengan manusia, tentu tak semudah dan selonggar itu. Belum lagi, kalau kita -misalnya saja- sudah kehilangan kontak dengan orang yang pernah kita zalimi tersebut, dan kita tak lagi tahu di mana rimbanya?. Lalu, bagaimanakah cara kita untuk meminta kerelaannya agar mau memaafkan kita?
Di bagian akhir dari kitabnya yang merupakan syarah atau penjelas dari kitab Sulamut Taufiq, Syekh Muhammad Nawawi Al-Banteni membuat satu judul tentang tata cara bertaubat dari dosa.[2] Di sana disebutkan bahwa jika dosa yang dilakukan oleh seseorang adalah berupa meninggalkan kefardluan yang sifatnya vertikal -seperti shalat, zakat, dan seterusnya-, maka yang harus ia lakukan adalah bersegera untuk mengqadla-nya. Dan jika dosa tersebut berhubungan dengan hak-hak orang lain atau haqqul adamiy yang sifatnya horizontal, maka hal ini dibagi menjadi dua;
Pertama, dosa yang ada sangkut pautnya dengan materi atau harta benda. Seperti, pernah mengghasab barang milik orang lain atau mencurinya, dan yang semisal dengannya. Ketika pemilik harta benda yang didhalimi tersebut masih hidup dan bisa diketahui keberadaannya, maka harus dimintakan halalnya serta kerelaannya (dengan mengembalikan barang tersebut -jika masih ada- atau menggantinya dengan yang baru, bergantung kesepakatan antara kedua belah pihak). Dan jika pemiliknya telah meninggal dunia, maka harus dimintakan kerelaan dari ahli warisnya.
Kedua, jika pemilik barang tersebut tak diketahui rimbanya, maka yang harus dilakukan adalah menyerahkan barang tersebut kepada orang-orang fakir -jika barang tersebut masih ada-. Dan jika barangnya telah hilang atau rusak, maka ia harus mengganti nilai/harga barang tersebut dengan uang, kemudian menyedekahkannya kepada orang-orang fakir juga. Keduanya, diniatkan sebagai titipan yang dititipkan kepada Allah SWT untuk disampaikan kepada orang yang pernah kita zalimi tersebut, kelak di hari kiamat. Kedua, dosa yang bersifat non materil. Seperti, pernah memukul orang lain tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’, pernah melukai (tubuh ataupun perasaan) orang lain, dan sebagainya. Cara agar terbebas dari dosa model yang kedua ini adalah dengan meminta halal atau ridla kepada orang yang bersangkutan secara langsung. Itu jika memungkinkan.
Tapi jika tak memungkinkan untuk meminta maaf dengan menghubunginya secara langsung -karena telah terpisah oleh jarak, ruang, dan waktu serta mengalami lost contact dengannya, misalnya-, maka yang kemudian harus dilakukan adalah: menundukkan diri kepada Allah SWT, lalu mendoakan orang yang pernah kita zalimi tadi. Tujuannya, agar kelak di hari kiamat, orang tersebut dibikin ridla oleh Allah SWT. Sehingga, ia tak lagi menuntut keadilan atas perbuatan dhalim yang pernah kita lakukan kepadanya.[3]
Nah, ijazah dari Beliau Romo Yai Asrori RA di atas adalah salah satu teknis atau cara (yang berupa bimbingan/tuntunan) untuk mendoakan orang yang pernah kita zalimi tersebut. Allah Knows best !. (Iben-BAF)
[1] Didawuhkan oleh Beliau RA pada hari Ahad, tanggal 8 Ramadlan 1427 H.
[2] Muhammad Nawawi Al Banteni, Maraqah Sho’udut Tashdiq, Dar Al Kutub Al Islamiah, 148.
[3] Bisa juga ditambahi dengan sedekah yang pahalanya ditujukan untuk orang yang pernah kita dhalimi tadi. Lihat Muhammad Nawawi Al Banteni, Maraqah Sha’udut Tashdiq, Dar Al Kutub Al Islamiah, 149. 🙏
Baca Juga: 3 Golongan Yang Akan Mendapat Naungan Allah Pada Hari Kiamat
Posting Komentar untuk "Doa Untuk Orang-Orang Yang Pernah Kita Dhalimi"