Amal Pemusnah Kebaikan Bagian 3
Ringkasan Sifat-Sifat Hati
Manusia secara fitrah mempunyai empat elemen sifat di dalam dirinya, yaitu binatang buas, hewan ternak, setan, dan rabbani. Jika manusia dikuasai sifat amarah, ia mengambil sikap laksana binatang buas, seperti memusuhi, membenci, memukul, dan menghujat. Jika dikuasai nafsu, ia mengambil sikap menyerupai hewan ternak, seperti rakus dan tamak. Jika pada diri manusia terdapat sifat-sifat rabbani, sebagaimana difirmankan Allah, Katakanlah, ruh itu termasuk urusan Tuhanku (QS Al-Isra’ [17]: 85). Ia pun mendaki sifat-sifat ketuhanan pada dirinya; menginginkan berkuasa,
diagungkan, diistimewakan, dan menjadi penguasa tunggal; melepaskan diri dari ketundukan dan kerendahan diri; dan menyukai upaya untuk mendapatkan ilmu.
Meskipun manusia berbeda dan lebih baik daripada hewan ternak karena mempunyai penalaran, yaitu kemampuan untuk membedakan yang baik dari yang buruk, bergabungnya amarah dan nafsu pada dirinya akan memunculkan sifat-sifat setan. Maka dengan sifat setan itu, ia pun menggunakan penalarannya untuk menciptakan berbagai bentuk keburukan dan mencapai berbagai tujuan dengan kelicikan, kecurangan, dan penipuan, serta menampakkan keburukan dalam rupa kebajikan. Itulah perilaku setan.
Meskipun manusia berbeda dan lebih baik daripada hewan ternak karena mempunyai penalaran, yaitu kemampuan untuk membedakan yang baik dari yang buruk, bergabungnya amarah dan nafsu pada dirinya akan memunculkan sifat-sifat setan. Maka dengan sifat setan itu, ia pun menggunakan penalarannya untuk menciptakan berbagai bentuk keburukan dan mencapai berbagai tujuan dengan kelicikan, kecurangan, dan penipuan, serta menampakkan keburukan dalam rupa kebajikan. Itulah perilaku setan.
Seakan-akan di bawah kulit manusia terkumpul hal-hal berikut; babi sebagai nafsu, anjing sebagai amarah, setan yang menggelorakan nafsu babi dan amarah binatang buas, dan kebijaksanaan sebagai wujud dari nalar. Nalar diperintahkan untuk menolak tipu daya setan dengan cara membongkar penyamarannya, mematahkan nafsu babi dengan mempergunakan anjing untuk menguasainya, dan melawan kebuasan anjing dengan dengan memperalat babi untuk menundukkannya. Jika manusia kuasa melakukan hal ini, selamatlah ia, dan ia telah berada di atas jalan yang lurus. Namun, jika ia tidak kuasa mengekang dan menguasai babi dan anjing, merekalah yang akan memperalatnya. Jika sudah diperalat, manusia akan terus-menerus berpikir untuk mengenyangkan babi dan menyenangkan anjing sehingga ia senantiasa menjadi hamba keduanya.
Inilah kondisi sebagian besar umat manusia. Sungguh mengherankan, jika ada orang yang mencela para penyembah berhala karena mereka menyembah batu. Padahal jika tirai yang menutupi hati dan hakikat dirinya dibukakan baginya, tahulah ia bahwa sesungguhnya ia berdiri tegak di depan babi, kadang bersujud kepadanya, dan kadang membungkuk, seraya menunggu petunjuk dan perintahnya. Atau ia akan melihat dirinya berdiri tegak di depan anjing buas, menyembahnya, menaatinya, dan patuh mendengarkan petuahnya. Inilah puncak kezaliman.
Kemudian, dengan menuruti nafsu babi
akan muncul sifat tidak punya rasa malu, gemar berbuat buruk, berlebih-lebihan, pelit, pamer, suka mengumbar nafsu, suka melakukan sesuatu yang tiada berguna, tamak, rakus, iri, dengki, suka mencaci maki, dan sebagainya.
Dengan mematuhi amarah anjing akan lahir sifat lancang, sembrono, membuka aib, rasa sombong, tinggi hati, mudah marah, takabur, ujub, suka menghina, suka meremehkan, suka mencela sesama makhluk, suka membuat onar dan kezaliman, dan sebagainya.
Adapun ketaatan kepada setan, yaitu dengan menuruti kehendak nafsu dan amarah, akan memunculkan sifat licik, curang, tipu daya, sembrono, kepalsuan, suka menipu, dan sebagainya.
Sebaliknya, jika manusia bisa
membalikkan keadaan tersebut dan menundukkan mereka di bawah kuasa elemen rabbani, niscaya pada hatinya akan bersemayam sifat-sifat rabbani, seperti keilmuan, kebijaksanaan, keyakinan, berpandangan holistik, mengetahui segala sesuatu sesuai hakikatnya, dan menguasai segala sesuatu dengan kekuatan ilmu dan mata batin. Ia pun lebih berhak untuk memimpin daripada makhluk-makhluk yang lain karena kesempurnaan ilmunya. Selain itu, ia tidak akan memerlukan lagi ketundukan kepada nafsu dan amarah.
Bilamana seseorang telah menundukkan
elemen nafsu babi dan mengembalikannya pada keseimbangan, pada dirinya akan mewujud sifat-sifat mulia, seperti kesucian diri, qanaah, ketenangan, zuhud, warak, takwa, lapang dada, malu, kecerdasan batin, dan ringan tangan. Sementara itu, dengan mendisiplinkan elemen binatang buas atau amarah dan mengembalikannya pada tempat yang seharusnya, akan lahir sifat keberanian, kemurahan, kesatria, disiplin diri, kesabaran, keuletan, ketegaran, pemaaf, keteguhan hati, kemuliaan, kehormatan diri, ketenangan, dan sebagainya.
Dengan demikian, hati laksana cermin yang dikelilingi dan dipengaruhi oleh empat elemen tersebut. Pengaruh itu sampai pada hati secara terus-menerus tak terhentikan. Pengaruh yang baik akan membuat cermin semakin terang, bercahaya, dan bersinar. Adapun pengaruh yang buruk bagaikan asap gelap yang naik menyelimuti cermin hati dan lama-kelamaan membuatnya menjadi hitam dan suram, tersegel dan tertutup. Allah Swt. berfirman, Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka, QS. Al-Muthaffifin (83): 14.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidh
< style="text-align: left;">Oleh Habib Ahmad Novel Jindan
< style="text-align: left;">
< style="text-align: left;">Selanjutnya: Amal Pemusnah Kebaikan Bagian 4
< style="text-align: left;">Oleh Habib Ahmad Novel Jindan
< style="text-align: left;">
< style="text-align: left;">Selanjutnya: Amal Pemusnah Kebaikan Bagian 4
Posting Komentar untuk "Amal Pemusnah Kebaikan Bagian 3"