Keburukan dan Rangsangan-Rangsangannya

Keburukan dan Rangsangan-Rangsangannya

Allah SWT menciptakan matahari untuk menerangi alam raya dan memberinya kehangatan yang berguna bagi makhluk-Nya. Dia memberi tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia apa yang mereka butuhkan untuk memudahkannya dalam melaksanakan tugasnya di alam raya ini. Maka dengan sinar matahari, tanam-tanaman bisa bernafas untuk mengeluarkan oksigen bagi kita agar kita bisa hidup di atas bumi. Dengan sinar matahari pula semua hewan bisa menjalankan tugasnya dalam kehidupan dengan membajak tanah, mengangkut barang dan lain-lain. Manusia pun bisa berusaha dan bekerja berkat sinar matahari untuk memakmurkan bumi. Tetapi lalu datang sebagian manusia untuk menyembah matahari itu. Dengan demikian mereka telah merubah fungsinya dari rezeki yang baik menjadi sarana kekafiran dan penyembahan kepada selain Allah.

Sesungguhnya matahari tidak menyuruh me­reka berbuat begitu, la tidak pernah sama sekali mengatakan: Sembahlah aku! Tidak pernah ia mengutus para utusan dari kalangan manusia untuk memerintah manusia agar menyembahnya. Tidak pernah pula ia menetapkan sistem hukum untuk menjelaskan kepada umat manusia tata cara penyembahannya, la tidak pernah melakukan sesuatu apapun dari yang demikian itu sama sekali. Justru ia diwatak tunduk bertasbih dengan menjalankan peranannya di alam raya ini dengan penuh ketelitian dan kecermatan. Tetapi lagi-lagi manusia yang mendatangkan kerusakan.

Demikian pula halnya dengan bebatuan. Se­muanya mengandung manfaat yang banyak bagi kehidupan manusia, tetapi manusialah yang menja­dikannya sebagai bahan untuk pembuatan patung yang disembahnya. Segala sesuatu yang ada di alam raya ini sesungguhnya baik, masing-masing menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik, tetapi keburukan hanyalah datang dari manusia. Kemusyrikan datang dari manusia, dan kekafiranpun datang dari manusia.

Bertolak dari dasar pemaknaan demikian kita menatap khidupan dunia ini, bukan bertolak dari dasar yang rusak yang bersumber dari diri manusia. Siapakah yang meletakkan dasar-dasar yang rusak? Tanpa diragukan, dialah sang perusak di alam raya ini, yang ingin mengambil manfaat sesaat untuk dirinya, yang menginginkan kekuasaan sementara untuk dirinya sebagai penguasa.

Orang yang menyalah gunakan pisau untuk membunuh, tujuannya adalah untuk mendapatkan uang yang bukan haknya. Orang yang menyembah matahari, tujuannya adalah ingin menjadi dukun juru ramal terbesar untuk memungut uang dari masyarakat luas tanpa kerja. Orang yang mengajak menyembah patung, tujuannya adalah ingin dirinya menjadi pemimpin yang disegani dan didekati oleh manusia karena dirinya merasa menjadi pembantu para dewa. Orang yang mengajak kepada kebatilan tujuannya pertama-tama ialah mencari dan me­wujudkan keuntungan duniawi melalui kebatilan itu, suatu keuntungan yang dapat mengangkatnya ke level para pemilik modal dan pengaruh, tanpa ia bekerja sedikitpun untuk mendapatkan modal atau pengaruh itu.

Tetapi orang yang berdakwah  (mengajak) ke jalan Allah, justru dirinyalah yang mengeluarkan modal  untuk kepentingan dakwah, bukan mencari modal melalui dakwah, la membelanjakan uangnya untuk dakwah dengan perasaan bahagia dan membiayainya dari kantongnya sendiri dengan senang hati. Ketika ia mempelopori dalam mengemban tugas-tugas penghambaan kepada Allah, semua cita-citanya adalah diterimanya amal salehnya di sisi Allah SWT.

Allah SWT mengingatkan kita bahwa tolok ukur yang kita pakai dalam menilai persoalan ini benar-benar mengalami gangguan. Camkanlah firman-Nya:

ولا يحسبن الذين يبخلون بما آتاهم الله من فضله هو خيرا لهم بل هو شر لهم

(Janganlah sekali-kali orang-orang yang kikir dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kekikiran itu baik bagi mereka. Sebenarnya kekikiran itu adalah buruk bagi mereka). Qs Ali Imran : 180

Ayat ini meluruskan paradigma tentang mem­belanjakan harta dalam kehidupan. Setan tugasnya membuat manusia ragu terhadap pembelanjaan harta di jalan allah karena takut jatuh miskin, padahal Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:

ما نقص ما ل من صدقة

(tidak akan berkurang harta lantaran dikeluarkan sedekahnya).

Jadi, sedekah tidaklah mengurangi harta sama sekali, bahkan mengembangkannya dan menyebabkan berkah di dalamnya. Berkah adalah apabila sesuatu yang anda miliki dapat memberikan kemanfaatan yang lebih banyak dari pada yang anda perkirakan, yakni lebih banyak dari pada pemberian yang biasanya.

Berkah ini senantiasa diberikan oleh Allah kepada orang yang beriman, sehingga anda melihat sedikit harta yang anda miliki, tetapi dapat memenuhi semua kebutuhan dan pembelanjaan anda. Maka, makanan yang biasanya hanya cukup untuk dua orang, kini cukup dimakan untuk lima orang dan mereka semua merasakan kenyang. Rezeki yang sedikit bagi mereka sudah cukup memuaskan, sehingga mereka tidak perlu menoleh atau terlintas di hatinya untuk mencari lainnya. Mereka tidak menginginkan lebih dari kebutuhan mereka, bahkan anda melihat salah seorang di antara mereka hidupnya bahagia, hatinya tenang dan jiwanya tenteram, pandangan matanya hanya tertuju kepada Allah SWT.

Allah SWT melindungi mereka dari kesulitan yang mencekik dalam hidup mereka. Jika salah seorang di antara mereka sedang sakit, misalnya sakit kepala, pilek atau demam, cukuplah mereka menelan sebutir aspirin dan secangkir teh untuk menyembuhkan sakitnya. Sementara orang yang tidak mau mengeluarkan sedekah hartanya itu bilamana anaknya sedang sakit, ia gelisa dan memanggil sejumlah dokter untuk mengobatinya dengan pengeluaran biaya yang cukup banyak, namun demikian belum tentu sembuh.

Jadi, keberkahan dalam rezeki itu kadang kala ada pada pemberian, misalnya Allah memberi seseorang harta yang banyak, dan kadang kala ada pada tidak adanya pemberian, jika memang Allah ingin menjauhkannya dari harta yang dapat merusak, sehingga anda melihat anaknya lulus tanpa harus mengikuti bimbingan belajar, sementara lainnya terpaksa mengeluarkan ratusan pound untuk biaya bimbingan belajar, kendatipun demikian anaknya tidak lulus atau unggul.

Orang yang rezekinya berkah di atas, anda dapati anak-anaknya tidak terpengaruh oleh kenakalan kawan-kawannya. Mereka tidak mencoba mendekati judi atau obat-obatan terlarang misalnya atau gangguan-gangguan lainnya yang dapat menguras harta dan merusak badan. Anda dapat saksikan istrinya dan anak-anaknya bila dibelikan olehnya pakaian yang murah dan sederhana, mereka menyambutnya dengan bahagia dan bergembira.

Sementara orang-orang yang tidak mempedulikan Allah dalam harta mereka, nampak ketidak serangan dan ketidak puasan pada wajah mereka yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Anda dapat melihat salah seorang di antara mereka membelikan untuk istrinya sebuah gaun baju wanita seharga ratusan pound, namun begitu istrinya tetap tidak merasa senang dengan gaun pakaian itu lalu di­lemparkannya pada wajah suaminya dengan meng­gerutu. Ternyata pemberian suaminya itu tidaklah menambah apa-apa di hati istrinya kecuali ketidakpuasan saja.

Kita harus menyadari bahwa nikmat Allah itu bukan hanya karena banyaknya pemberian semata, tetapi bisa juga berupa penghindaran diri anda dari harta yang dapat merusak. Oleh karena itu, Allah menjadikan harta terasa melimpah-limpah kendatipun hanya sedikit, tetapi dapat mencukupi kebutuhan bersama dan membahagiakan hati. Itulah salah satu pemberian Allah yang disebut kebaikan.

Manusia yang menahan hartanya dan tidak mau membelanjakan ataupun mengeluarkan sedekahnya, ia mengira bahwa dirinya telah berbuat kebaikan, padahal hakikatnya ia berbuat keburukan. Tidaklah ia mendekatkan diri kepada Allah dengan hartanya, dan tidak pula hartanya akan tetap tinggal bersamanya, karena ia akan meninggalkannya ketika ia berada di penghujung usianya.

Sumber : Terj. Al Khair wa Syar karya As-Syeikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Posting Komentar untuk "Keburukan dan Rangsangan-Rangsangannya"