Catatan Penting Di Balik Kisah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW
Segala puji bagi Allah yang Maha Kuasa. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarga dan sahabatnya. Di bulan Rajab banyak sekali kegiatan kaum muslimin yang sudah mengakar dari masa kemasa seperti merayakan Isra’ Mi’raj atau berpuasa di bulan Rajab.
Isra’ Mi’raj adalah kejadian yang luar biasa atau mu’jizat yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang di dalamnya terdapat hikmah-hikmah serta ilmu yang amat luar biasa bagi orang yang merenunginya. Kejadian Isra’ disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat pertama. Adapun kejadian Mi’raj disebutkan dalam riwayat-riwayat yang shohih di antaranya riwayat yang disebutkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam hadits panjang yang menceritakan tentang perjalanan Nabi SAW saat isra’ mi’raj.
Ada beberapa hal yang harus dicermati di dalam pelajaran Isra’ Mi’raj.
Pertama; Nabi Muhammad di perjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha hingga ke atas langit ke tujuh adalah dengan badan dan ruhnya. Dan badan Nabi SAW masih tetap dalam bentuk aslinya dan tidak berubah menjadi cahaya seperti yang diceritakan oleh sebagian penulis-penulis yang kurang berakal. Sebab yang namanya Mu’jizat adalah kejadian yang luar biasa dan jika Nabi SAW berubah menjadi cahaya maka kejadian itu menjadi tidak luar biasa lagi. Maka di dalam memahami istilah ilmiah seperti ini hendaknya dikembalikan oleh Ulama terdahulu dan jangan menghayal dengan berdalih disesuaikan dengan kajian-kajian ilmiah.
Yang harus dipahami bahwa penemuan ilmiah tidak akan bertentangan dengan syari’at, kalau ada pertentangan antara kajian ilmiah dengan syariat tentu karena salahnya kajian ilmiah atau salahnya seseorang dalam memahami syari’ah. Dan perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi tidak bertentangan dengan penemuan ilmiah karena perjalanan Nabi SAW adalah tidak bisa patuh dan tunduk kepada riset dan kajian ilmiah. Akan tetapi kejadian Isra’ Mi’raj adalah terjadi karena kuasa Allah SWT yang menciptakan waktu dan tempat.
Kedua, perayaan Isra’ Mi’raj maknanya adalah mengagungkan dan menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW, karena perayaan Isra’ Mi’raj akan selalu mengangkat tema kisah Isra’ Mi’raj Nabi, dengan pembahasan panjang lebar dan ditekankan pada pemahaman akan kewajiban sholat, makna-makna sesuatu yang diperlihatkan oleh Allah kepada Nabi SAW. Dan hal semacam ini tidak bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi SAW. Justru hal-hal semacam inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Maka sungguh aneh jika tiba-tiba ada orang yang mengatakan perayaan Isra’ Mi’raj adalah bid’ah. Bagaimana mengagungkan kejadian agung, membacakan riwayat dari Nabi SAW serta menjelaskannya agar umat semakin paham tentang Isra’ Mi’raj, hikmah Isra’ Mi’raj, ilmu Isra’ Mi’raj, pesan kesan dibalik Isra’ Mi’raj dan lain sebagainya akan dikatakan sebagai bid’ah? Dan sungguh alangkah indahnya di sebuah acara Isra’ Mi’raj tiba-tiba ada seorang anak kecil menyenandungkan syair untuk Nabi SAW kemudian diikuti dengan santunan untuk anak yatim, kemudian setelah itu berdirilah beberapa Ustadz menjelaskan dengan detail tentang sholat tentang apa yang dilihat oleh Nabi SAW dalam isra’ mi’raj .
Dan memang ada sebagian perayaan Isra’ Mi’raj yang dibarengi dengan pelanggaran syari’at, seperti berkumpulnya laki-laki dan perempuan yang saling berdesakan atau mungkin adanya tontonan yang membuka aurat. Akan tetapi orang yang berfikir dan berilmu akan tahu bahwasanya Isra’ Mi’raj bukan seperti itu. Itu adalah pelanggaran-pelanggaran dalam Isra’ Mi’raj yang harus dipangkas. Bukan Isra’ Mi’raj nya yang harus dihentikan.
Adapun hari dan tanggal terjadinya Isra’ dan Mi’raj memang Ulama berbeda pendapat dalam hal ini .Ada yang mengatakan tanggal 27 Rajab ada yang mengatakan selain tanggal tersebut.
Masalah hari dan tanggal tidak penting, yang jelas dan pasti bahwa Rasulullah SAW telah benar-benar isra’ mi’raj dan kita tidak merayakan hari dan tanggal akan tetapi kita merayakan kejadian dan pesan yang ada di dalam kisah isra’ mi’raj .
Ketiga; di saat Nabi Muhammad SAW dimi’rajkan oleh Allah SWT (diangkat keatas langit ketujuh). Disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berbicara langsung dengan Allah SWT. Yang harus dipahami bahwa menurut jumhur ulama bahwa Nabi Muhammad SAW di saat itu tidak melihat Allah dengan mata kepala beliau, akan tetapi beliau melihat Allah SWT dengan mata hatinya. Dan memang benar Allah berbicara dengan Nabi Muhammad adalah dengan hakikat berbicara yang hanya Allah dan Rasulullah-lah yang tahu caranya. Akan tetapi yang harus kita ketahui bahwa di saat Nabi Muhammad berbicara dengan Allah bukan berarti Nabi harus melihat dengan mata kepala beliau, ini yang harus kita yakini. Memang ada sebagian para ulama yang mengatakan Nabi Muhammad melihat dengan mata kepala beliau seperti pendapat yang di nukil dari Imam an-Nawawi, Imam Qodi’iyadh dan Imam al-Farro’. Akan tetapi para pakar aqidah Ahlisunnah waljamaah menjelaskan bahwasanya pendapat itu adalah pendapat lemah.
Keempat; Nabi Muhammad SAW berbicara dengan Allah SWT di atas Mustawa. Mungkin ada sebagian kaum muslimin yang setelah membaca kisah Isra’ Mi’raj dan kisah Nabi SAW berbicara dengan Allah SWT di atas Sidratul Muntaha dan di atas Mustawa lalu berangan-angan bahwa Allah ada di atas langit sana. Maka yang harus dijelaskan bahwa atas Mustawa bukanlah tempatnya Allah, akan tetapi tempatnya Nabi SAW. Allah tidak butuh kepada tempat. Maka jangan dikatakan Allah di atas, sebab atas dan bawah adalah ciptaan Allah SWT.
Disebutkan juga di dalam Al-Qur’an, Allah mengajak bicara Nabi Musa As , di saat Nabi Musa berada di atas bukit Tursina, maka yang harus dipahami adalah bahwa bukit Tursina adalah tempatnya Nabi Musa, bukan tempatnya Allah. Lalu “Allah dimana?” Jawabnya adalah karena Allah tidak butuh tempat, maka jangan bertanya dengan pertanyaan “Allah dimana?”. Karena Allah tidak butuh mana-mana, Allah tidak serupa dengan makhluknya .
Kepercayaan bahwa Allah di atas langit adalah kesesatan dalam beraqidah. Hal-hal semacam itu harus diluruskan, bahkan ada di beberapa sekolahan yang siswa-siswi mereka, ditanya oleh gurunya dengan pertanyaan “Allah dimana ?” Itu adalah pertanyaan fitnah yang tidak membangun aqidah. Dan itu karena mana-mana adalah ciptaan Allah , dan Allah tidak butuh kepada ciptaanNya.
Ada diriwayatkan dari Imam Muslim tentang pertanyaan Rasulullah kepada seorang budak, dengan pertanyaan “Allah dimana?” dan hal itu sudah dijelaskan oleh para Ulama panjang lebar dengan mendatangkan kisah budak tersebut dari riwayat para Imam Ahli Hadits yang lainnya, hingga tidak menyisakan keraguan apapun bahwa Allah tetap tidak butuh tempat.
Kelima; Rosululloh SAW yang dalam keadaan hidup bertemu dengan para Nabi dan Rasul yang telah meninggal dunia dan berdialog. Itu adalah mukjizat dan yang di fahami para Ulama bahwa orang yang hidup saat ini bisa saja bertemu dengan Nabi Muhammad SAW sebagai karomah yang diberikan oleh Allah kepada orang tersebut. Dan inilah pengalaman para kekasih Allah yang sangat banyak jumlahnya bertemu dengan Nabi SAW setelah Nabi Muhammad wafat.
Akan tetapi ada hal yang perlu diperhatikan bahwa berdusta atas nama Rasulullah adalah dosa besar dan ancamanya adalah neraka jahanam. Orang yang mengaku bertemu Rasulullah atau bermimpi bertemu Rasulullah dengan dusta tempatnya adalah neraka jahannam.
Penjelasan tentang kemungkinan seorang sholih bertemu Rasulullah SAW jangan membuka celah pendusta dan dajjal kecil untuk mengaku bertemu Rosululloh SAW karena gila pangkat penghormatan, maqom kemulyaan didunia dan ingin dianggap sebagai waliyulloh. Itulah wali syetan yang pendusta.
Semoga Allah mempertemukan kita dengan Rasulullah SAW di lahir dan batin kita di dunia, di alam barzah, di padang makhsyar dan di surga Allah SWT.
Wallaahu A’lam bishshawab.
Oleh : Buya Yahya
Pengasuh LPD Al-Bahjah
Posting Komentar untuk "Catatan Penting Di Balik Kisah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW"