Menyambut Haul Solo (Bagian Keempat)
Menyambut Haul Solo (Bagian Keempat) |
Shalawat Yang (semoga) Bisa menjadikan cepat Nikah/Dapat Nikah berkali-kali. Pada kumpulan Shalawat Al-Habib Ali di bagian Hizib Hari Selasa, dari sekian puluh naskah shalawat ada yang cukup menarik menurut saya. Jika di mayoritas naskah shalawat beliau yang dipenuhi dengan rumus-rumus ilmu Haqiqat dan Ma’rifat yang begitu rumit dan dalam, ada satu shalawat yang sedikit terasa “cair“
Shalawat beliau itu, ada yang terkutip di dalamnya sebuah kata sederhana, yaitu An-Nikah (perkawinan). Berangkat dari ketidaktahuan saya atas fadhilah serta keagungan shalawat-shalawat beliau, untuk shalawat yang satu ini setidaknya saya punya harapan sederhana.
Harapan itu adalah: “karena ada tersebut kata AN-NIKAH, maka semoga siapa saja yang membaca shalawat ini dengan sepenuh hati, semoga Allah memudahkan dirinya untuk dapat segera MENIKAH dan mendapatkan jodoh yang shalih shaliha .
Bagi yang sudah menikah, semoga pernikahannya semakin bertambah berkah dan jika pasangannya mengijinkan, semoga dapat menikah lagi, lagi dan lagi.
Shalawat itu adalah:
ALLAHUMA SHALLI WASALLIM ‘ALA MAN HUWA LIAHLIL WUJUDI MISBAH SAYYIDI RASULILLAH , MUHAMMADIB NI ABDILLAH IMAMI AHLIS SHALAH AL QAILI FIMA WARADA ‘ANHU ( I’LANUN NIKAH ) SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAMA WA ALA ALIHI WASHAHBIHIS SALIKINA SABILAL FALAH
“Ya Allah, semoga Shalawat dan Salam tercurah kepada seseorang yang menjadi lentera bagi sekalian penghuni Semesta. Junjunganku Sang Utusan Tuhan, Muhammad putra Abdillah, Pemimpin orang-orang Shaleh. Yang berkata – sebagaimana tertera di dalam Haditsnya – … (I’lanun Nikah) … Wartakanlah Pernikahan! Semoga shalawat dan Salam tercurah kepada dirinya, kepada keluarganya, shahabatnya yang mereka telah menempuh jalan keselamatan“
Soal pernikahan, di antara tempat Favorit (yang tidak sembarang orang dapat mengalaminya) untuk menikah adalah Masjid Riyadh Kota Solo. Masjid yang di dirikan oleh Habib Alwiy bin Ali bin Muhammad al-Habsyi ini memang menjadi salah satu “ Magnet “ keagamAan, diyanah, di Kota Solo.
Sehingga dapat melangsungkan akad nikah di masjid ini, terutama pada saat majlis – majlis maulidnya (baik yang Usbuiyyah di malam Jum’atnya ataupun yang sanawiyyah di hari Haul Solo) adalah idaman banyak orang.
Masjid RiyadL ini dapat dikatakan sebagai salah satu tempat yang didirikan atas dasar ketaqwaan MIN AWWALI YAUMIN. Yang membangun adalah Al- Arif billah Al-Habib Alwi putra dari Penulis Shimthud Duror, Sang Qhutbul Wujud Al-Habib Ali Al-Habsyi.
Karena tidak setiap Rumah kebaikan, didirikan dengan pondasi kebaikan. Sebagaimana tidak setiap majlis kebaikan itu dilaksanakan atas niat yang baik dan penuh ketulusan. Ada yang disebut sebagai Masjid Dlirar.
Habibana Salim bin Abdullah As Syathiriy pernah berkata: “Jaman sekarang, masjid-masjid dlirar banyak bertebaran di setiap tempat. Orang-orang banyak yang membangun masjid tetapi niat membangunnya tidak baik.
Tempat-tempat seperti itu , pasti akan lenyap dan musnah tidak akan langgeng. Sebagaimana telah dirasakan kebenaran ungkapan “MAN KADHAB KHARAB“ ..Barang siapa yang berbohong maka akan hancur.
Sekarang sudah banyak terbukti, tempat-tempat yang dibangun tidak dengan niat yang baik, maka akan hancur dan rusak di kemudian hari. Tidak lama, selang beberapa tahun hanya menyisakan puing-puingnya saja akhirnya.
Banyak para Shalihin yang mampu mendeteksi tempat-tempat Dlirar tersebut, namun mereka diperintahkan untuk “diam“ … (Karena hal seperti ini bagian dari Rahasia Tuhan).
Masjid Riyadl Solo, pada perjalanan waktu selanjutnya ada dalam pemeliharaan Sayyidinal Habib Anis bin Alwi al Habsyi. Beliau sebagaimana ayahandanya, semakin memakmurkan masjid ini dan tidak menaruh sesuatu di sana, tidak membangun/merenovasinya kecuali dengan harta-harta yang Halal.
Pernah seorang saudagar kaya memberi Infaq uang ratusan juta kepada Habib Anis. Uang masing dalam pak, dan dibungkus plastik hitam. Saat menerimanya, terlihat Habib Anis seperti merasakan adanya sesuatu.
Sesudah mengucapkan terima kasih, beliau bersikap biasa saja kepada Saudagar itu. Sebuah sikap yang “sedikit ganjil“ bagi seseorang yang baru saja disedekahi uang ratusan juta.
(Beda dengan saya, diberi bisharoh 10 ribu rupiah oleh seseorang, wajah saya pasti berubah jadi familier kepada yang memberi uang. Habib Anis, diberi Ratusan juta biasa-biasa saja).
Ternyata, sesudah shalat Jama’ah, saudagar itu berkata kepada Beliau sambil menunjuk ke arah jendela Masjid sebelah Mihrab. Kata Saudagar itu:
“Habib, alangkah baiknya jika kusen-kusen Jendela itu diganti yang baru yang lebih baik..”
Mendengar kalimat itu, langsung berubah rona wajah Beliau. Dengan suara yang sedikit keras beliau berkata kepada si saudagar:
“O, jadi maksud Tuan memberi ana banyak uang tadi, untuk mengatur saya soal Masjid ini?. Tuan perlu tahu, Ana membangun masjid ini murni dari uang jerih payah tangan ana sendiri. Ana tidak butuh uang anda.“
Habib Anis segera memerintahkan seseorang untuk mengambil gepokan Uang dalam plastik dari dalam kamar beliau dan beliau serahkan kembali kepada yang memberikannya:
“Silahkan ambil kembali Uang Tuan ini. ana sama sekali belum menyentuhnya!“
Dan memang membangun Rumah Tuhan, membuat Majlis-Majlis Tuhan selain dibutuhkan niat yang, baik, yang tulus serta ikhlas juga dibutuhkan kehalalan harta-harta yang di tasarrufkan untuknya.
Bahkan diriwayatkan bahwa saat Kaum Quraisy merenovasi Ka’bah, di tengah perjalanan pembangunan, harta-harta halal yang mereka punya habis. Akibatnya sebagian bangunan Ka'bah keluar dari pondasi awal yang dibangun oleh Nabiyullah Ibrahim.
Maka Kaum Quraisy di jaman jahiliyyah itupun menghentikan pembangunan. Kaum yang tidak punya agama seperti mereka saja mengetahui, kewajjiban membangun kebaikan dengan harta yang juga baik.
Namun sayangnya, di zaman sekarang ini, banyak dari kita membangun masjid-masjid yang megah, tetapi uang dan harta yang digunakan berasal dari “negeri antah barantah“!. Tidak lagi perduli halal/tidak. Yang penting uang dan dapat bayar tukang!!!
Banyak dari kita membuat Majlis-Majlis Ta’lim/Tabligh-Tabligh akbar, namun tidak peduli dari mana uang (biaya)nya kita dapatkan. Lebih konyol lagi adalah majlis-majlis itu justru kita jadikan untuk mencari ketenaran dan mencari banyak uang.
Kata Habibana Salim, Masjid yang kita bangun dengan cara seperti ini. Pesantren yang kita bangun dengan cara seperti ini. Majlis yang kita buat dengan cara seperti ini, adalah Masjid, Pesantren/Majlis Dlirar!
Tidak lama lagi akan musnah di telan masa dan hanya meninggalkan puing-puing dan sisa.
Mbah Kyai Munif Girikusumo Mranggen didatangi sekelompok orang. Mereka adalah para Panitia pembangunan sebuah Masjid yang kini sudah rampung dan berdiri dengan megah di sebuah kota. Mereka datang ingin Mbah Munif untuk datang dalam peresmiannya dan sekaligus memberikannya nama.
Tetapi Mbah Munif menolak dengan halus. Seorang kerabat dekatnya bertanya alasan mengapa beliau menolak. Mbah Munif menjawab:
“Aku tidak berani, Sebab aku tidak tahu apakah niat mereka membangun Masjid itu seikhlas dan setulus orang-orang tua mereka, saat ayah dan kakek mereka membangun masjid di jaman dahulu atau tidak..”
Maka di jaman yang jungkir balik seperti ini, sungguh merupakan anugerah yang agung dari Allah jika kita dapat menemukan sebuah tempat yang dibangun atas pondasi ketaqwaan (ussisa Alat Taqwa) sebagaimana Masjid Riyadl Solo ini.
Maka, nikmatilah (Farta’uu) …selagi masih ada kesempatan di sana. Wallahu a’lam bis shawab.
Bersambung Menyambut Haul Solo (Bagian Kelima)
Posting Komentar untuk "Menyambut Haul Solo (Bagian Keempat)"