Menyambut Haul Solo (Bagian Ketiga)
Menyambut Haul Solo (Bagian Ketiga) |
Lebih dari seratus tahun yang lampau, jika al habib Ali Shahibul Maulid mengadakan Majlis Maulid Tahunan beliau di kota Seiwun, maka yang datang hadir di sana lebih dari 40 ribu orang. Jika melihat jumlah penduduk hadlramut di jaman itu, 40 ribu orang itu sudah sangat banyak.
Namun yang istimewa adalah cara Habib Ali menjamu dan menghormati puluhan ribu tamunya itu. Beliau menggambarkannya begini:
“Di hari-hari perayaan Maulid, berkumpul tidak kurang dari 40 ribu orang, dan (meskipun) semua biaya dan nafkah mereka aku sendiri yang menanggung, bahkan sampai soal kayu-kayu bakar akupun sediakan semua untuk mereka .
Tetapi (karena) kami hidupkan agama, kami kuatkan pondasinya, maka Allah menitahkan kepada Dunia: “Wahai Dunia … Siapa gerangan yang berkhidmah kepada_Ku, maka layanilah dirinya. Namun siapa yang berkhidmah kepadamu, maka perbudaklah dirinya”
Pada kesempatan yang lain al Habib Ali pernah berkata:
“Aku ingatkan kalian atas nama Allah… Dirikanlah agama. Jika agama kalian tegakkan, maka dunia akan datang sendiri kepada kalian, sebab dunia itu ikut di belakang agama.
Lihatlah diriku, sama sekali aku tidak pernah pergi (berdagang) ke tempat lain, tetapi di hari ini siapakah yang mampu melakukan apa yang seperti aku lakukan?
Bahkan seorang raja sekalipun!
Siapa sekarang yang mampu menjamu para tamunya, setiap harinya dengan 100 kantong beras dan memotong 200 ekor kambing dalam sehari untuk mereka? “
Ternyata rahasia kedermawanan al-Habib Ali tersebut bukan karena beliau kaya (meskipun memang beliau seorang yang kaya), namun rahasia beliau itu terletak dari keistiqamahannya menegakkan syari’ah dan agama.
Kita jika ingin mendapatkan maziyyah yang serupa (sesuai dengan maqam kita masing-masing) maka hendaklah meniru Habib Ali. Kuatkan Tadayyun dan ghirah keagamaan kita, maka (tanpa susah payah mencarinya di kantor/pasar) harta dunia akan datang sendiri mengetuk pintu rumah kita.
Dikisahkan oleh Habibana Salim bin Abdullah as-Syathiriy, Sang Maha raja Ulama, bahwa suatu hari Habib Ali kedatangan tamu seorang awam yang miskin. Tetapi si miskin ini sangat cinta dengan al Habib Ali, dan berangan-angan dapat mengundang beliau untuk mampir ke gubuk Reotnya.
Saat itu dia maju dan berkata kepada al Habib Ali:
“ijinkan saya mengundang Tuan Habib untuk datang ke rumah saya dan membacakan Maulid di sana“.
Habib Ali tahu persis tentang kemiskinan tamunya ini. Maka beliau yang kaya raya itu punya niat untuk menggoda/menjahili si miskin tamunya ini. Kata beliau:
“Engkau mengundang aku sendirian itu tidak etis. Biarlah aku bersama anak-anakku, jika engkau membolehkannya.”
Si miskin berpikir, jika yang datang hanya al Habib Ali bersama anak-anaknya, maka dia pikir masih mampu menjamu. Maka dia menjawab:
“Baiklah kalau begitu, saya mengundang Tuan beserta anak-anak Tuan untuk datang ke rumah membaca Maulid”.
Al Habib Ali berkata lagi: “Nanti dulu, kalau dipikir jika hanya kami yang engkau undang, kami jadi tidak enak hati dengan para Tamu yang ada di rumah kami. Sebaiknya, selain kami, tamu-tamu itu pun kamu undang saja”
Si Miskin tercenung sembari menelan ludahnya. Dia pikir jika para tamu ikut diundang datang Maulid, maka jumlahnya bisa puluhan orang. Sedang yang di rumah hanya tersedia makanan perjamuan untuk satu dua orang saja.
Hanya saja sudah kepalang tanggung, si Miskin terpaksa menurutinya.
“Baiklah, para tamu itu juga saya undang datang. . . “
Mendengar itu Habib Ali berkata: “Bagaimana dengan para Santri-Santriku? Apakah tega aku pergi, membiarkan mereka di pondok sendiri?“
Si Miskin sudah kehilangan akalnya. Keringat dingin sudah membanjiri wajahnya. Jika para Santri Rubath Sewun itu ikut diajak datang maulid, maka keseluruhan yang datang bisa Ratusan orang. Saking bingungnya, dia tetap mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Habib Ali. Kata dia:
“Baiklah, saya mengundang Tuan, anak-anak Tuan, tetamu serta murid-murid Tuan untuk membaca Maulid di rumah saya“.
“Nah, begini kan enak..” Kata Habib Ali al Habasyi. Sementara sepanjang perjalanan dari kediaman Habib menuju rumahnya, si Miskin ini memeras otaknya, bagaimana yang akan dia kerjakan nanti dalam urusan Maulidnya itu.
Di rumah hanya tersedia makanan-makanan untuk menjamu satu dua orang saja. Tetapi nanti yang datang Habib Ali beserta rombongannya yang mencapai ratusan. Sesampainya di rumah, dia cerita “nasib buruknya“ itu kepada Istrinya. Namun alih-alih istrinya mau bersedia menenangkan pikiran kacaunya itu, istrinya malah marah besar dan memaki-maki dirinya:
“Engkau ini bagaimana, Suamiku. Di mana otakmu itu?! Engkau undang ratusan orang kemari, sedangkan engkau tidak mempunyai apa-apa? “
Si Miskin itu Cuma diam saja. Dia fikir, sudah kapalang tanggung. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi. Semua sudah dia pasrahkan kepada Allah Ta’ala.
Namun kebingungan dia hanya berlangsung sebentar saja. Karena tiba-tiba datang beberapa pembantu al Habib Ali menemui dirinya sambil membawa aneka ragam bahan makanan dan uang yang jumlahnya sangat banyak. Mereka berkata:
“Habib Ali titip salam untukmu. Habib kemudian menyuruh menyerahkan barang-barang ini untukmu, agar dijadikan perjamuan di saat maulid di rumahmu…”
“Alhamdulillah …” Teriak si Miskin.
“Habib Ali sebenarnya mengerti keadaan kemiskinanmu dan merasa senang dengan kecintaan dirimu kepada beliau. Hanya beliau ingin bercanda denganmu saja, sebenarnya…! “
Pesan penting dari beberapa kisah di atas adalah:
Seseorang yang memegang teguh agamanya, maka tidak akan jatuh miskin dan rejeki akan selalu datang sendiri kepadanya, dari mana saja.
Berikut ini beberapa Shalawat Habib Ali dalam Lathaiful Arsyiyyah, bagian Hizib Hari Senin:
ALLAHUMMA SHALLI WASALLIM ALA ASLIL ANASIRIL KHALQIYYATI FI KULLI MADH HAR WA MAJMA’IL HAQAI QIL ‘IRFANIYYATI FI KULLI LATHIFATIN THUWIYAT , AW DAQIQATIN TADH_HAR SAYYIDI RASULILLAHI MUHAMMADIB NI ABDILLAHIS SHADIQIL AMIN WA ALA ALIHI WASHAHBHI WAT TABI’IN .
“ Semoga Shalawat dan Salam tercurah kepada Sang Sumber Unsur-unsur kemakhlukan, di dalam setiap yang terlihatkan. Sang perangkum hakekat-hakekat kema’rifatan, di setiap aura kelembuatnnya yang tak terdeteksi dan terlihat (oleh panca indra) atau di dalam (pula) kelembutan-kelembutan (anasir tersebut) yang terpancar (dan terlihat oleh indera) Yakni Tuanku Muhammad, Sang Utusan Allah yang bersifat Jujur lagi terpercaya. Dan semoga juga tercurah kepada keluarganya dan shahabatnya dan para pengikutnya“
.ALLAHUMMA SHALLI WASALLIM ALA AWWALI MUTALAQQI, LIL FAIDHIL AWWAL ALLLADHI LA SABILA LIAHADIN FID DUKHULI ILLA MIN KHAITSU DAKHALA HABIBINAL KARIM AL JJAMI’I MARATIBIL KAMALI , BIMADHAHIRIHA BISYAHADATI (WAINNAKA LA’ALA KHULUQIN ADHIM) SAYYIDI WAHABIBIY RASULULILLAH WA ABDIHI MUHAMMADINIS SHADIQIL AMIN. SHALLALLAHU WASALLAMA ALAIHI WA ALA ALIHI WASHAHBIHI WAT TABI’IN
“Semoga shalawat dan Salam terlimpahkan kepada Sang Penerima Pertama Limpahan (dari Tuhan), Yang siapapun tidak akan dapat memasukiya, selain melalui (jalan) yang ia tempuh itu. Kekasihku yang teramat Mulia, Yang terkumpul di dalam dirinya (seluruh) tanggga-tangga kesempurnaan, dengan persaksian Tuhan di dalam Firman_Nya (Dan sungguh dirimu, wahai Muhammad, ada di dalam budi pekerti yang Agung), Yakni Tuanku,Kekasihku Sang Utusan Allah, Hamba Allah Muhammad yang bersifat Jujur dan dapat dipercaya. Semoga Shalawat dan Salam terlimpahkan untuk diriny, untuk keluarganya, untuk shahabatnya dan untuk orang-orang yang mengikuti mereka semua…”
Bersambung Menyambut Haul Solo (Bagian Keempat)
Posting Komentar untuk "Menyambut Haul Solo (Bagian Ketiga)"