Rujukan Ulama' Dan Orang Yang Tidak Memberontak Dan Mendiam Terhadap Pemerintah Yang Bermasalah
Dikarenakan ada sebagian ulama’ atau orang yang menilai bahwa pemerintahannya bermasalah sehingga perlu adanya usaha memperbaikinya dan memperjuangkan untuk meluruskan pemerintahan tersebut. Dan hal itu sesuai dengan sabda Nabi SAW bahwa jika melihat suatu kemungkaran harus mengubahnya menjadi kebaikan.
Karena memang
harus ada ulama’ atau orang yang harus menjelaskan dan meluruskan tindakan dari
pemerintah walaupun tidak sedikit juga yang mendiam terhadap sikap pemerintah
yang salah tersebut, tapi bukan berarti setuju terhadap pemerintah tersebut. Dan
tidak sepantasnya kemudian menyalahkan apalagi mencela ulama’ atau orang yang
mendiamkannya. Demikian halnya yang mendiamkan, tidak sepantasnya mencela ulama’
atau orang yang melakukan usaha atau tindakan untuk memperbaiki pemerintah yang
bermasalah.
Oleh karena itu, kami hanya menjelaskan sebab-sebab yang mendiamkannya saja karena kami termasuk di dalamnya.
Apa yang
kami pegang (sebagai rujukan dalam bertindak) ada gurunya, seperti Habib Jindan,
Habib Mundzir dan Habib Umar. Sedangkan apa yang dipegang dan yakini orang yang
memperbaiki pemerintah juga ada juga gurunya. Jadi mungkin cara kita beda
tetapi pada hakikatnya tujuannya sama.
Dan kami
juga berpegang pada hadits-hadits Nabi di antaranya, silakan lihat Shahih Bukhari
BAB FITNAH
من كره من
اميره شيئا فا ليصبر فإنه من خرج من السلطان شبرشبرا مات ميتة جاهلية
Barang siapa
yang ditindas oleh penguasanya, maka hendaknya ia bersabar. Sungguh barang
siapa yang keluar dari perintah pemerintah sejengkal saja, maka ia mati dalam
kematian jahiliyyah.
Inilah yang
kami ambil yaitu sikap para ahli Mufassir Ahli Hadits dan para a'yanul Aimmah. dalam
kitab Sirah Halabiyah Juz 4 bagaimana sikap para sahabat dan tabi'ien dalam
menghadapi kekejaman Hajjaj bin Yusuf As-Saqafi walaupun berkedok dengan khilafah.
Hadits yang lain:
من رأى من
اميره شيئا يكرهه فا ليصبر فإنه من فرق الجماعة شبرا فمات إلا مات ميتة جاهلية
Barang siapa
yang melihat suatu hal yang tidak disenangi dari pemerintah atau penguasa, maka
bersabarlah. karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari jamaah(pemerintah) sejengkal saja, lalu
ia wafat. Maka ia wafat dalam keadaan jahiliyyah. (Shahih Bukhari dinukil dalam
kitab Nawadirul Wushul lil Imam At-Tirmidzi).
Coba kita
renungkan bagaimana sikap Sayyidina Hasan bin Ali terhadap Sayyidina Mu’awiyah,
beliau menyerahkan kekhalifahan dengan suka rela, bagaimana sikap Sayyidina
Husain kepada Sayyidina Mu’awiyah, bagaimana sikap Sayyidina Ali Zainal Abidin,
bagaimana sikap Sayyidina Muhammad Al-Baqir, Bagaimana sikap Sayyidina Ja’far Shadiq,
bagaimana sikap Sayyidina Musa Al-Kadhim dan Sayyidina Ali Al’Uraidliy pada
zaman dahulu.
Pada zaman
sekarang sekitar tahun 1900 sampai 1990, ketika di Yaman dikuasai komunis, kita
renungkan juga bagaimana sikap Habib Muhammad bin Salim BSA, bagaimana sikap
Habib Muhammad bin Alwi bin Syihab, bagaimana sikap Habib Abdul Qadir bin
Muhammad Al-Habsyi, bagaimana sikap Habib Hasan As-Syathiri, bagaimana sikap
Habib Zain bin Smith, bagaimana sikap Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiri,
bagaimana sikap Habib Abdul Qadir bin Ahmad As-Segaf, bagaimana sikap Habib
Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.
Maka tidak
pantas jika pencinta ahli baitinnabi dan ulama’ menyalahkan sikap para pendahulu
habaib yang pada waktu itu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah sudah menginjak-injak
hak mereka. Mereka tidak demonstrasi dan membuat makar serta menuntut hak datuk
mereka yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramalllahu Wajhahu. Pada zaman
dahulu juga terjadi penyelewengan aqidah seperti qadariyah, jabariyah,
mu'tazilah, bahkan banyak para imam seperti Imam Ahmad bin Hambal harus
mendekam di penjara untuk mempertahankan aqidah yang benar.
Sikap kami setuju terhadap apapun yang dipegang oleh ulama’ dan orang yang memperbaiki pemerintah, dan kami setuju terhadap usaha mereka karena mereka juga memiliki guru, tetapi kami sudah punya jalan lain yang diwarisi guru-guru kami. Dan kami meniru cara dan jalan mereka karena kami berharap berkumpul dengan mereka yaitu dengan ادفع بالتي هي احسن dan juga ادع إلى سبيل ربك بالحكمة
Jadi memang harus
ada orang yang siap berperang melawan kedhaliman dan juga ada orang yang mendiamkannya
tetapi hatinya menangis dan berdo’a, semoga usaha yang dilakukan orang yang
berjuang selalu dalam ridla-Nya dan berhasil dalam perjuangannya. Ibaratnya seperti
yang didawuhkan guru kami, orang islam
harus seperti dalam sepak bola, ada yang menjadi penyerang (turun medan dengan
kemampuannya), ada gelandang (ada kalanya ikut aktif dan ada kalanya bertahan),
ada yang bertahan (pengaman dari serangan) dan penjaga gawang (pelindung terakhir
dari serangan musuh-musuhnya), semuanya punya peranan tanpa menyalahkan yang satu
dengan lainnya.
Sehingga tidak
ada yang saling menyalahkan, mencela dan saling mengaku paling benar terhadap
tindakannya karena semuanya memiliki guru-guru yang insyaAllah sama-sama dapat
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan Rasulullah SAW. Tak ada celaan yang
ada hanyalah kebersamaan, sama-sama berharap senantiasa dalam hidayah dan
taufiq Allah serta syafa’at Rasulillah SAW. Aamiin..
Oleh Ustadz
Abdul Qadir bin Zainuddin hafidhahullaah
Baca Juga: Hukum Memakai Wewangian Yang Beralkohol
Baca Juga: Hukum Memakai Wewangian Yang Beralkohol
Posting Komentar untuk "Rujukan Ulama' Dan Orang Yang Tidak Memberontak Dan Mendiam Terhadap Pemerintah Yang Bermasalah"