Bolehnya Tawassul, Memanggil Nabi / Wali Allah Serta Penjelasan Do'a Dengan Tawassul
ج : ِلأَنَّ نــَعْمَلُ بِقَوْلِهِ تَعَالى
اَلــَّذِيْ فِيْ سُوْرَةِ الْمَائِدَةِ
اْلأَيَةْ ٣٥ : يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْ ا اتَّقُوا اللهَ
وَابْتَغُوْا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِه لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ – كَذَا فِيْ فَــتَاوِيْ الْخَلِيْلِيْ :
Soal : Mengapa
kita bertawassul kepada para Nabi para wali dan para shalihin?
Jawab : Karena kita
beramal atas dasar firman Allah yang ada dalam surat al-Maidah ayat 35: “Hai
oang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah kepadanya, supaya kamu mendapat
keberuntungan (surga). Sebagaimana tersebut dalam kitab FATAWI AL-KHALILI
Halaman 258.
وَقَالَ إِبْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : إِنَّ
الْوَسِيْلَةَ كُلُّ مَا يُـتَقَرَّبُ بـــِه اِلى اللهِ .
Dan telah berkata IBNU ABBAS r.a.: Sesungguhnya wasilah itu adalah sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepada Allah.
وَمِنْ جُمْلَةِ ذلِكَ مَحَبَّةُ اَنْبِيَاءِ اللهِ
وَاَوْلِيَائِه وَالصَّدَقَاتِ وَزِيَارَةِ اَحْبَابِ اللهِ وَكَثْرَةِ الدُّعَاءِ
وَغَيْرِ ذلِكَ : فَالْمَعْنَى كُلُّ مَا يُقَرِّ بــُكُمْ اِلى اللهِ
فَالْزَمُوْهُ وَاتْرُكُوْا كُلَّ مَا يُـبْعِدُكُمْ عَنْهُ – إِذَا عَلِمْتَ
ذلِكَ فَمِنَ الضَّلاَلِ الْبَيِّنِ وَالْخُسْرَانِ الظَّاهِرِ تَكْفِيْرُ
الْمُسْلِمِيْنَ بــِزِ يَارَةِ
اَوْلِيَاءِ اللهِ زَاعِمِيْنَ أَنَّ زِيَارَ تــَـهُمْ مِنْ عِبَادَةِ غَيْرِ
اللهِ كَلَّ بَلْ هِيَ مِنْ جُمْلَةِ الْمَحَبَّةِ اللهِ اَلَّتِيْ قَالَ فِيْهَا
رَسُوْلُ اللهِ اَلاَ لاَ إِيْمَانَ
لِمَنْ لاَ مَحَبَّةَ لَه .
} تَفْسِيْرُ صَاوِيْ مِنَ
الْجُزْءِ اْلأَوَّلِ ص : ٢٦٥{
Dan yang termasuk wasilah adalah cinta kepada para Nabi, kepada para wali, shadaqah, ziyarah kepada para kekasih Allah, memperbanyak
do’a dan lain-lain. Maksudnya, kerjakanlah sesuatu yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah, dan tinggalkanlah sesuatu yang menjauhkan diri kepada Allah.
Apabila kamu telah mengetahui hal tersebut, maka termasuk kekeliruan dan merugi orang yang
mengatakan kafir kepada orang yang berziyarah kepada waliyullah dengan
berprasangka bahwa ziyarahnya itu beribadah selain kepada Allah. Janganlah
demikian, justru yang demikian itu termasuk cinta kepada Allah. Rasulullah SAW.,
bersabda: “Ingatlah, tidak sempurna iman seseorang yang tidak mahabbah
(mencintai) kepadanya”. (TAFSIR SHAWI Juz awal halaman 265).
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمَرْءُ
مَعَ مَنْ اَحَبَّ . وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُنْ مَعَ اللهِ
وَاِنْ لَمْ تَكُنْ كُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ . وَقـِيْلَ الْفَنَاءُ فِى
الشَّيْخِ مُقَدِّمَةُ الْفَنَاءِ فِى اللهِ . كَذَا فِيْ تَنْوِيْرُ
الْقُلُوْبِ ص: ٥٧
Dan telah bersabda Nabi SAW.: “Manusia itu bersama orang yang dicintai” Dan Nabi SAW. telah bersabda pula: “Ingatlah! (wahai ummatku)
kepada Allah jika ia tidak bisa mengingat, maka berkumpullah bersama orang yang
ingat kepada Allah”. Dan diterangkan oleh sebagian ulama bahwa cinta kepada
guru, itu sebagian permulaan cinta kepada Allah. Sebagaimana tersbut dalam
kitab TANWIRUL QULUB halaman 57.
وَقَالَ فِى الْبَاجُوْرِيْ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِيْ ص
: ٧٠٠ وَقَالَ فِيْ نــَهْجِ السَّعَادَةِ
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَوَسَّلُوْا
بـــِيْ وَبِأَهْلِ بــَيْتـِيْ اِلى
اللهِ فَإِ نــَّه لاَ يُرَدُّ مُـتَوَسِّلٌ
بـــِنَا لآ} رَوَاهُ إِبْنُ حِبَّانَ
فِيْ صَحِيْحِه {
Dan telah berkata dalam kitab BAJURI dari juz kedua halaman
700; Dan telah berkata dalam Nahjissa’adah Rasulullah SAW., telah bersabda:
“Bertawassullah kamu denganku dan dengan ahli baitku, sesungguhnya orang yang
bertawassul kepadaku tidak akan ditolak” (H.R. IBNU HIBBAN dalam Hadits
Shahihnya).
وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَوَسَّلُوْا
بِجَاهِيْ , فَإِنَّ جَاهِيْ عِنْدَ اللهِ عَظيْمٌ , كَذَا فِيْ بُغْيَةِ
الْعَوَامِ .
Dan Nabi SAW telah bersabda: “Bertawassullah kamu dengan
kebesaranku, sesungguhnya sifat kehormatanku bagi Allah adalah suatu perkara
yang berfaidah” (sebagaimana tersebut dalam kitab BUGHYATUL AWAM).
وَقَالَ فِى اْلإِحْيَاءِ مِنَ الْجُزْءِ اْلأَوَّلِ ص ٢٣٣ : عَلَّمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا بَكْرٍ نِ الصِّدِّ يْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ,
اَللّهُمَّ إِ نِّيْ أَسْـئـــَلُكَ بِمُحَمَّدٍ نــَبِيِّكَ وَاِبْرَاهِيْمَ
خَلِيْلِكَ وَمُوْسى كَلِمَتِكَ وَرُوْحِكَ وَبِتَوْرَاةِ مُوْسى َاِنْجِيْلِ
عِيْسى وَزَبُوْرِ دَاودَ وَفُرْقَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَعَلَيْهِمْ اَجْمَعِيْنَ .
Dan tersebut dalam kitab IHYA Juz awal halaman 233;
Rasulullah SAW telah mengajar Abu Bakar Ash-shiddiq r.a. supaya membaca doa:
اَللّهُمَّ إِ نِّيْ أَسْـئـــَلُكَ بِمُحَمَّدٍ .... الخ
وَقَالَ فيِ بُغْيَةُ الْمُسْتَرْ شِدِيْنَ ص ٣٥٨ : وَاَمَّا التَّوَسُّلُ بِاْلأَنـــْبِيَاءِ
وَ الصَّالِحِيْنَ فَهُوَ أَمْرٌ
مَحْبُوْبٌ ثـــَابـــِتٌ بــِا اْلأَحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ وَقَدْ أَطْبَقُوْا
عَلى طَلَبِه بَلْ ثَبَتَ التَّوَسُّلُ بِاْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَهِيَ
اَعْرَضٌ فَبِاالذَّوَاتِ اَوْلى.اَلتَّوَسُّلُ بِاْلأَنـــْبِيَاءِ
وَاْلأَوْلِيَاءِ فيِ ْ حَيَاتِهِمْ
وَبَعْدَ وَفَاتِهِمْ مُبَاحٌ شَرْعًا كَمَا وَرَدَتْ السُّنَّةٌ الصَّحِيْحَةُ .
Dan telah diterangkan dalam kitab BUGHYATUL MUSTARSYIDIIN
halaman 358: “adapun bertwassul dengan para Nabi dan para shalihin adalah
sesuatu yang dicintai syara’ dan sudah ditetapkan dengan hadits yang shahih.
Dan para ulama telah sepakat dengan menjalankan tawassul bahkan sudah tetap
(diperbolehkan) tawassul dengan amal shaleh, padahal amal shaleh itu suatu
sifat. Maka dari itu lebih utama tawassul dengan dzat, adapun tawassul dengan
para Nabi dan para wali di masa hidupnya dan sesudah wafatnya itu diperbolehkan
secara hukum syara’, seperti yang telah berlaku dalam hadits yang shahih.
وَقَالَ فيِ
اْلأَذ ْكَارِ فيِ ْ بَابِ اْلأَذ
ْكَارِ فيِ اْلإِسْتِسْقَاءِ ص ١٣٤ وَيُسْتَحَبُّ إِذَا كَانَ فِيْهِمْ رَجُلٌ
مَشْهُوْرٌ بِالصَّلاَحِ اَنْ يَسْتَسْقُوْا بــِه فَيَقُوْلُوْا اَللّهُمَّ إِنــَّا نَسْتَسْقِيْ وَ
نــَتَشَفَّعْ اِلَيْكَ بِعَبْدِكَ فُلاَنٍ .
Dan telah berkata dalam kitab Adzkar pada bab Dzikir dalam
shalat Istisqa’, halaman 134: Dan disunnahkan bertawassul dengan orang-orang
yang masyhur kebaikannya seperti berdo’a dengan membaca : اَللّهُمَّ إِنــَّا نَسْتَسْقِيْ.... الخ
س : هَلْ
يَجُوْزُ اِسْتِغَاثَةُ النَّاسِ
بِالنَّبِيِّ اَوِ الْوَلِيِّ اَوِ الشَّيْخِ بَعْدَ وَفَاتِهِمْ فيِ قُبُوْرِهِمْ عِنْدَ الشَّدَائِدِ ؟
ج : نــَعَمْ
يَجُوْزُ , مَكْتُوْبٌ فيِ هَامِشِ الْفَتَاوِى الْكُبْرى ص ٣٨٢ جُوزْ ٤ : هَكَذَا } سُئِلَ { عَمَّا
يَقَعُ مِنَ الْعَامَّةِ مِنْ قَوْلِهِمْ عِنْدَ الشَّدَائِدِ يَاشَيْخُ فُلاَنُ ,
يَارَسُوْلَ اللهِ , وَ نــَحْوَ ذلِكَ مِنَ اْلإِسْتِغَاثَةِ بِاْلأَنــْبِيَاءِ
وَالْمُرْسَلِيْنَ وَاْلأَوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ وَ الصَّالِحِيْنَ فَهَلْ
ذلِكَ جَائِزٌ اَمْ لاَ ؟ وَهَلْ لِلرُّسُلِ
وَاْلأَنـــْبِيَاءِ وَاْلأَوْلِيَاءِ وَ الصَّالِحِيْنَ وَالْمَشَايـــِخِ
إِغَاثَةٌ بَعْدَ مَوْتِهِمْ ؟ وَمَاذَا يُرَجِّحُ ذلِكَ ؟
} فَأَجَبَ} بِأَنَّ اْلإِسْتِغَاثَةَ بِاْلأَنـــْبِيَاءِ
وَالْمُرْسَلِيْنَ وَ اْلأَوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ
وَالْمَشَايـــِـــــخِ جَائِزَةٌ ,
وَلِلرُّسُلِ وَ اْلأَنـــْبِيَاءِ وَ اْلأَوْلِيَاءِ وَالْمَشَايـــِــــخِ إِغَاثَةٌ بَعْدَ مَوْتِهِمْ – ِلأَنَّ
مُعْجِزَةَ اْلأَنـــْبِيَاءِ وَكَرَامَاتِ اْلأَوْلِيَاءِ لاَ تَـنْقَطِعُ
بِمَوْتِهِمْ – اَمَّا اْلأَنـــْبِيَاءُ فِلأَ نــَّهُمْ اَحْيَاءٌ فِيْ
قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ وَ يــَحِجُّوْنَ كَمَا وَرَدَتْ بـــِهِ اْلأَخْبَارُ وَ تــَكُوْنُ اْلإِغَاثَةُ
مِنْهُمْ مُعْجِزَةً لَّهُمْ – وَ الشُّهَدَاءُ اَيْضًا اَحْيَاءٌ شُوْهِدُوْا
نَهَارًاجِهَارًا يُقَاتِلُوْنَ الْكُفَّارَ – وَاَمَّا اْلأَوْلِيَاءُ فَهِيَ
كَرَامَةٌ لــَهُمْ- فَإِنَّ اَهْلَ الْحَقِّ عَلى اَنــَّه يَقَعُ مِنَ
اْلأَوْلِيَاءِ بِقَصْدٍ اَوْ بِغَيْرِ قَصْدٍ اُمُوْرٌ خَارِقَةٌ
لِلْعَادَةِ يـُجْرِ يــْهَااللهُ تَعَالى
بِسَبَبِهِمْ وَالدَّلِيْلُ عَلى جَوَازِهَا اَنــَّهَا اُمُوْرٌ مُمْكِنَةٌ لاَ
يَلْزَمُ مِنْ جَوَازِ وُقُوْعِهَا مُحَالٌ , وَكُلُّ مَا هذَا شَأْنُه فَهُوَ
جَائِزُ الْوُقُوْعِ , وَعَلى الْوُقُوْعِ قِصَّةُ مَرْ يَمَ وَرِزْقِهَا اْلأتِيْ مِنْ عِنْدِ اللهِ
عَلى مَا نــَطَقَ بـــِهِ التَّــنْزِ
يــْلُ.
Soal : Boleh atau
tidak memanggil-manggil para Nabi, para Wali, atau guru di pinggir kuburan pada
waktu ada kesulitan dan apakah para Nabi, para Wali dan Guru itu bisa memberi
pertolongan kepada orang yang minta tolong ?
Jawab : Boleh dan
para Nabi, Wali atau guru itu masih bisa memberi pertolongan pada orang yang
minta tolong sesuai dengan keterangan dari Hamis-nya (penjelasan pinggir) kitab
FATAWY AL-KUBRA halaman 382 juz 4 yang artinya: “bagaimana orang awam yang
mengucapkan: “Ya Rasulullah, ya syaikh fulan ….” dan yang semacam dengan itu,
di pinggir kuburan
dengan tujuan meminta pertolongan kepada mereka, apakah mereka masih bisa
memberi pertolongan?
(Jawabannya) boleh dan masih bisa memberi pertolongan,
karena mu’jizat para Nabi dan karomah para Wali tidak putus karena kematiannya.
Semua para Nabi dan para Wali hidup di alam kuburnya, masih menjalankan shalat
dan haji, seperti dalam Hadits: Para Nabi masih bisa memberi pertolongan kepada
yang meminta tolong sebagai mukjizatnya. Dan para syuhada'pun masih hidup dan
bisa membantu orang-orang yang perang dijalan Allah (sabilillah). Para Wali,
Guru juga masih bisa memberi pertolongan kepada orang yang meminta tolong
sebagai karomahnya, sesungguhnya para ulama ahli haq berkeyakinan dalam hal
karomah, syafa’at, mu’jizat, sesungguhnya beberapa perkara yang tidak seperti
biasanya (mustahil menurut akal) seperti yang sering terjadi di kalangan para
Wali, baik sengaja ataupun tidak, itu sesuatu yang aneh (yang di luar kebiasaan)
yang diberikan Allah.
Dalil adanya karomah, bahwa karomah itu suatu perkara yang mungkin, tidak termasuk sesuatu yang mustahil dan semua keadaan ini sesuatu yang mungkin, masalah tersebut sama dengan kisah Siti Maryam pada waktu masih kecil, ditempatkan di loteng kamar masjid baitul muqaddas dan pintunya dikunci rapat oleh Nabi Zakaria, setiap pagi Nabi Zakaria membuka pintunya dengan maksud memberi makanan pada Siti Maryam, akan tetapi di depan Siti Maryam sudah terhidang buah-buahan, pada musim hujan terhidang buah-buahan musim kemarau dan pada musim kemarau terhidang buah-buahan musim hujan. Ini sudah di Nash dalam al-Qur’an.
Dalil adanya karomah, bahwa karomah itu suatu perkara yang mungkin, tidak termasuk sesuatu yang mustahil dan semua keadaan ini sesuatu yang mungkin, masalah tersebut sama dengan kisah Siti Maryam pada waktu masih kecil, ditempatkan di loteng kamar masjid baitul muqaddas dan pintunya dikunci rapat oleh Nabi Zakaria, setiap pagi Nabi Zakaria membuka pintunya dengan maksud memberi makanan pada Siti Maryam, akan tetapi di depan Siti Maryam sudah terhidang buah-buahan, pada musim hujan terhidang buah-buahan musim kemarau dan pada musim kemarau terhidang buah-buahan musim hujan. Ini sudah di Nash dalam al-Qur’an.
فَكَرَمَاتُ اْلأَوْلِيَاءِ مُشَاهَدَةٌ لاَ يُمْكِنُ
اِنْكَارُهَا : سِرَاجُ الْبَيَانِ ص ١٥ وَفِى السِّيَرَةِ الشَّامِيَةِ
وَغَيْرِهَا مَا نــَصُّه ذَهَبَ اَهْلُ لسُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ اِلى جَوَازِ
الْكَرَامَاتِ ِلْلأَوْلِيَاءِ اَحْيَاءً
وَاَمْوَاتًا .
Karomah para wali jelas dan nyata tidak bisa diingkari,
keterangan dari kitab SIRAJUL BAYAN halaman 15: Dan dalam kitab SHIRATUSYSYAMIYAH
ada keterangan bahwa Ahli sunnah wal jama’ah berpendapat tentang adanya karomah
para wali baik semasa hidupnya maupun setelah wafatnya.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا تَخَيَّرْتُمْ فِي
اْلأُمُوْرِ فَاسْتَعِيْنُوْا مِنْ اَهْلِ اْلقُبُوْرِ . كَذَا فيِ ْ بَهْجَةِ
السَّنِيَّةِ ص ١٤ .
Rasulullah SAW telah bersabda: Apabila kamu mempunyai
kesulitan dalam suatu masalah maka mintalah pertolongan pada ahli kubur. (Dari Kitab Bahjatussaniyyah halaman 14)
س : بـــِأَيِّ
شَيْئٍ اَفْضَلُ مِنْ يَدْعُوْا اللهَ بِالــتَّوَسُّلِ اِلى الــنَّبِيِّ اَوِ
الْوَلِيِّ اَوِ الشَّيْخِ اَوْ
بـــِغَيْرِهِ ؟
ج
: فِـيْهِ تــَفْصِيْلٌ إِنْ كَانَ
الدَّاعِيْ اِلى اللهِ فِيْ مَقَامِ الْعَوَامِ كَمِثْلِيْ بـــِوُجُوْدِ
اْلإِحْسَاسِ بـــِاْلأَ ثـــَارِ ( اَوْ
بـــِرُؤْيَةِ الْخـَالِقِ مَعَ
الْخـَلْقِ ) فَاْلأَفْضَلُ مُـتَوَسِّلٌ بــِالنَّبِيِّ اَوِ الْوَلِيِّ اَوِ
الشَّيْخِ – فَإِنْ كَانَ الدَّاعِيْ اِلى اللهِ فِيْ مَقَامِ الْجَذ ْبِ
وَالسَّكَرِ (عَدَمِ اْلإِحْسَاسِ بــِاْلأَثــَارِ) (اَوْ رُؤْيَةِ الْخَالِقِ
وَحْدَه ) فَاْلأَفْضَلُ بــِغَيْرِ الـتَّوَسُّلِ اِلى شَيْئٍ كَإِبْرَاهِيْمَ
حِيْنَ يُرْمى فِى الـنَّارِ وَ كَعَائِشَةَ حِيْنَ تُقْذَفُ بِالْفَاحِشَةِ مَعَ
صَفْوَانِ اِبْنِ مُعَطَّلٍ السُّلَمِيْ وَهِيَ فِيْ مَقَامِ الْغَيْبَةِ
وَالْفَنَا – وَ بـَعْدَ الصَّحْوِ هِيَ تَرَجِعُ اِلى مَقَامِ اْلإِحْسَاسِ
وَهِيَ تَوَسَّلَتْ اِلى الـنَّبِيِّ شُكْرًا لَه كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ يَشْكُر ُاللهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ
الـنَّاسَ (حِكَمْ ج ٢ ص ٨٧)
Soal : Dengan cara apakah berdo’a kepada Allah yang
lebih utama? apakah dengan tawassul kepada Nabi, Wali, atau Guru? atau secara
langsung tidak dengan cara tawassul?
Jawab : Masalah
tersebut bersifat tafshil atau diperinci artinya tergantung keadaan, bagi orang awam seperti
kita, apabila berdo’a atau beribadah kepada Allah belum bisa wusul (ruhaninya
kepada Allah), sehingga tidak mempunyai rasa adanya panca indra atau badan yang
wujud ini, maka berdo’a itu lebih utama dengan cara tawassul, bagi orang yang
bisa wushul, maka berdo’a itu lebih utama langsung seperti : Nabi Ibrahim pada
waktu dilemparkan kedalam bara api, juga seperti Siti Aisyah pada waktu dituduh
zina dengan sahabat Sofwan Bin Muaththal Assulami, setelah Siti Aisyah
mempunyai perasaan bahwa wujud dirinya itu terasa wushulnya (konsentrasi wushulnya
kepada Allah) terasa kurang, maka Siti Aisyah dengan segera tawassul kepada
Nabi SAW, karena sebagai bentuk syukur kepada Nabi. Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda:
“Tidak bersyukur kepada Allah, barang siapa yang tidak bersyukur kepada
manusia” (HIKAM Juz 2 halaman 87).
Baca Juga: Dalil Banyaknya Tasbih, Tahmid dan Takbir Serta Pakaian Shalat
Baca Juga: Dalil Banyaknya Tasbih, Tahmid dan Takbir Serta Pakaian Shalat
Posting Komentar untuk "Bolehnya Tawassul, Memanggil Nabi / Wali Allah Serta Penjelasan Do'a Dengan Tawassul"