Dalil Mengusap Nisan Kuburan dan Menciumnya Ketika Ziarah Kubur

Salah satu perkara yang tidak luput dari vonis bid’ah, syirik, khurafat adalah mencium nisan kubur ketika berziarah kubur. Perlu kita ketahui bahwa amal tersebut sesungguhnya telah banyak dilakukan dan dicontohkan oleh ulama-ulama salaf hingga saat ini.

Berikut ini saya kutipkan sebagian kecil dari  beberapa kisah-kisah ulama salaf yang mengamalkan hal tersebut

PERTAMA, Sahabat Bilal Ra Mencium Kubur Nabi Muhammad SAW

Ibn ‘Asakir meriwayatkan dari Bilal RA dengan sanad jayid bahwasanya setelah Bilal menginjak tanah Syam; daerah Daroya, dia melihat Nabi Muhammad SAW dalam mimpinya dan bertanya ”Sombong sekali kamu, ya bilal. Seharusnya engkau berziarah dulu ke tempatku, maka hati-hatilah engkau, hidupmu akan resah dan gelisah”. Lalu, dia menaiki kudanya menuju Madinah, setelah sampai dia, pergi ke kuburan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan menangis; mencium kuburan Rasullah. Lalu  Sayyidina Hasan dan Husein datang menyambutnya dengan pelukan dan ciuman rindu. “Kami sangat rindu mendengar azanmu, yang mana sewaktu Nabi Muhammad SAW hidup, engkau selalu azan di atas masjid itu”. seru Hasan dan Husein. Lalu, dia pergi ke tempat tersebut, dan  mengumandangkan azan. Setelah dia membaca ”Allaahu akbar” penduduk Madinah terheran-heran. Setelah dia berkata ”Asyhadu allaa ilaaha illa llaah ” keheranan masyarakat semakin bertambah. Setelah dia mengucapkan “asyhadu anna Muhammadarrasuulul laah”. Para penduduk keluar dari rumah masing-masing. Dengan perasaan riang, tak terasa air mata satu parsatu menetes. Sehingga ada yang berkata ”Setelah Rasulullah meninggal, saya tidak pernah melihat tangisan  masyarakat sebanyak hari ini".

Kisah sahabat Bilal ini diriwayatkan—di antaranya—oleh Imam as-Samanhudi dalam Wafa’ul Wafa’ (4/1405) dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq/Sejarah Damaskus (7/137).

KEDUA, Sahabat Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu :

 عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِيْ صَالِحٍ قَالَ: أَقْبَلَ مَرْوَانُ يَوْمًا فَوَجَدَ رَجُلاً وَاضِعًا وَجْهَهُ عَلىَ الْقَبْرِ فَقَالَ أَتَدْرِيْ مَا تَصْنَعُ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ فَإِذًا هُوَ أَبُوْ أَيُّوْبَ فَقَالَ نَعَمْ جِئْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَلَمْ آَتِ الْحَجَرَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ لاَ تَبْكُوْا عَلىَ الدِّيْنِ إِذَا وَلِيَهُ أَهْلُهُ وَلَكِنْ اِبْكُوْا عَلَيْهِ إِذَا وَلِيَهُ غَيْرُ أَهْلِهِ. (َروَاهُ أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ وَابْنُ أَبِيْ خَيْثَمَةَ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَالذَّهَبِيُّ والسُّيُوْطِيُّ).

“Dawud bin Abi Shalih berkata:
“Pada suatu hari Marwan datang, lalu menemukan seorang laki-laki menaruh wajahnya di atas makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Marwan berkata: “Tahukan kamu, apa yang kamu perbuat?” Lalu laki-laki tersebut menghadapnya, ternyata ia sahabat Abu Ayyub. Lalu ia menjawab: “Ya, aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan mendatangi batu. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jangan tangisi agama apabila diurus oleh ahlinya. Akan tetapi tangisilah agama apabila diurus oleh bukan ahlinya.”

Dalam hadits di atas, sahabat Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bertabaruk dengan mencium makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

KETIGA, Sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma meletakkan tangan kanannya ke makam Nabi SAW setiap datang dari perjalanan.

 عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ ، كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ صَلَّى سَجْدَتَيْنِ فِي الْمَسْجِدِ، ثُمَّ يَأْتِي النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَيَضَعُ يَدَهُ الْيَمِينَ عَلَى قَبْرِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَيَسْتَدْبِرُ الْقِبْلَةَ ثُمَّ يُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ثُمَّ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ. (رَوَاهُ الْقَاضِيْ فِيْ فَضْلِ الصَّلاَةِ عَلىَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ).

“Dari Nafi’, bahwa apabila Ibnu Umar datang dari suatu perjalanan, ia menunaikan shalat dua raka’at di Masjid, lalu mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu meletakkan tangan kanannya ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan membelakangi kiblat, kemudian mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian kepada Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma”. (Al-Qadli Ismail al-Baghdadi, Fadhl al-Shalat ‘ala al-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, hal. 84.)

KEEMPAT, Al-Husain bin Abdullah bin Abdullah bin al-Husain, tokoh ahlul-bait dari generasi Salaf. Al-Hafidh al-Sakhawi al-Syafi’i meriwayatkan:

 قَالَ يَحْيَى بْنُ الْحَسَنِ بْنِ جَعْفَرٍ فِيْ كِتَابِهِ أَخْبَارِ الْمَدِيْنَةِ وَلَمْ أَرَ فِيْنَا رَجُلاً أَفْضَلَ مِنْهُ، كَانَ إِذَا اشْتَكَى شَيْئاً مِنْ جَسَدِهِ: كَشَفَ الْحَصَى عَنِ الْحَجَرِ الَّذِيْ كَانَ بِبَيْتِ فَاطِمَةَ الزَّهْرَاءِ يُلاَصِقُ جِدَارَ الْقَبْرِ الشَّرِيْفِ، فَيَمْسَحُ بِهِ.

“Yahya bin al-Hasan bin Ja’far berkata dalam kitabnya Akhbar al-Madinah: “Aku belum pernah melihat orang yang lebih utama dari al-Husain bin Abdullah di antara kami ahlul-bait. Kebiasaannya, apabila ia merasakan sakit pada sebagian tubuhnya, ia membuka kerikil dari batu yang di rumah Fathimah al-Zahra yang menempel ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia. Lalu ia mengusapkannya.” (Al-Hafizh al-Sakhawi, al-Tuhfah al-Lathifah fi Tarikh al-Madinah al-Syarifah (1/292).

KELIMA, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali yang diakui oleh Salafi-Wahabi sebagai madzhab mereka dan madzhab Ibnu Taimiyah, telah berfatwa bolehnya bertabarruk dengan cara menyentuh dan mencium mimbar atau makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tujuan taqarub kepada Allah. Abdullah, putra al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan:

 سَأَلْتُهُ عَنِ الرَّجُلِ يَمَسُّ مِنْبَرَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَيَتَبَرَّكُ بِمَسِّهِ وَيُقَبِّلُهُ وَيَفْعَلُ بِالْقَبْرِ مِثْلَ ذَلِكَ أَوْ نَحْوَ هَذَا يُرِيْدُ بِذَلِكَ التَّقَرُّبَ إِلَى اللهِ جَلَّ وَعَزَّ فَقَالَ لَا بَأْسَ بِذَلِكَ

“Aku bertanya kepada ayahku tentang laki-laki yang menyentuh mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ia bertabaruk dengan menyentuhnya dan menciumnya, dan ia melakukan hal yang sama ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau yang sesamanya, ia bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dengan hal tersebut. Beliau menjawab: “Tidak apa-apa”.
(Abdullah bin al-Imam Ahmad, al-‘Ilal wa Ma’rifah al-Rijal (2/492).

Dalam kitab “Al-'ilal wa Ma'rifatir-Rijal” 2/429: nomer 3243; cet. maktab al islami:

 سألته عن الرجل يمس منبر النبي صلى الله عليه وسلم ويتبرك بمسه ويقبله ويفعل بالقبر مثل ذلك أو نحو هذا يريد بذلك التقرب إلى الله عز وجل فقال لا بأس بذلك

“Saya bertanya kepadanya (Ahmad bin Hanbal) tentang orang yang menyentuh podium Nabi SAW, dan mencari berkah dengan menyentuh dan menciumnya, dan melakukan hal yang sama ke kuburan beliau, atau hal seperti itu, dgn tujuan mendekatkan diri dan mencari berkah dari Allah, ia (Ahmad) mengatakan: “Tidak apa-apa dengan hal itu”.

Ad Dzahabi membenarkan pendapat Imam Ahmad.

AL-IMAM ABU ‘ALI AL-HASYIMI AL-HANBALI

Al-Imam Al-Qadhi Asy-Syarif Abu ‘Ali Al-Hasyimi Al-Hanbali (wafat 428 H). Beliau adalah salah seorang Perawi ‘Aqidah Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau adalah Pengarang Kitab Al-Fawa’id Al-Muntaqat.

Berikut Riwayat yang terjadi didalam:
Kitab: THABAQAT AL-HANABILAH. Karya: AL-QADHI IBNU ABI YA’LA AL-FARA’ AL-HANBALI.Tahqiq: ABDURRAHMAN BIN SULAIMAN AL-UTSAIMIN.Halaman: 341:

“Aku mendengar Rizqullah  (Abu Muhammad At-Tamimi, wafat 488 H) Berkata:

“Aku pernah Menziarahi Kubur Imam Ahmad untuk Menemani  Al-Qadhi Asy-Syarif Abu ‘Ali Al-Hasyimi.  AKU MELIHAT BELIAU MENCIUM KAKI KUBUR IMAM AHMAD, Maka aku katakan padanya:  “Apakah ada Atsar tentang ini (mencium kubur)..???”,

Maka Beliau berkata padaku:

“Imam Ahmad adalah seseorang yang Agung Bagiku,  Dan Aku Tidak Pernah Berpikir bahwa Allah Ta’ala akan Menyiksaku karena Perbuatanku ini…!!!”, atau perkataan Semacamnya.”

Beliau (Rizqullah) juga pernah berkata:

“Aku Menghadapnya (Asy-Syarif Abu Ali al-Hasyimi) ketika Beliau sedang Sakit menuju ke Wafatannya,  Maka Beliau berkata padaku:  “Dengarkanlah i’tiqad dariku . . . ”.

IMAM ATH-THABARI: MENCIUM MUSHAF DAN MAKAM

 ولقد أحسن مجنون ليلى حيث يقول:

 أمر على الديار ديار ليلى … أقبل ذا الجدار وذا الجدار

 وما حب الدار شغفن قلبي … ولكن حب من سكن الديارا

← وقال المحب الطبري: ويمكن أن يستنبط من تقبيل الحجر واستلام الأركان جواز تقبيل ما في تقبيله تعظيم الله تعالى، فإنه إن لم يرد فيه خبر بالندب لم يرد بالكراهة. قال: وقد رأيت في بعض تعاليق جدي محمد بن أبي بكر، عن الإمام أبي عبد الله محمد بن أبي الصيف: أن بعضهم كان إذا رأى المصاحف قبلها،
 وإذا رأى أجزاء الحديث قبلها،
 وإذا رأى قبور الصالحين قبلها،
 قال: ولا يبعد هذا، والله أعلم في كل ما فيه تعظيم لله تعالى.

– Muhammad Al-Badr Al-‘Ayni dalam Kitabnya:
‘Umdah Al-Qari (9/241), Menukil dari Al-Muhibb Ath-Thabari bahwa Beliau Mengatakan:

“Dan bisa diambil Dalil dari Disyari’atkan Mencium Hajar Aswad dan Melambaikan tangan terhadap sudut-sudut Ka’bah, Kebolehan Mencium setiap sesuatu yang jika dicium maka itu mengandung pengagungan kepada Allah Swt, karena Meskipun Tidak ada Dalil yang Menjadikannya Sunnah,
Tetapi juga tidak ada yang Memakruhkan.

Al-Muhibb Ath-Thabari Melanjutkan:
Aku juga telah Melihat dalam sebagian Ta’aliiq Kakek-ku (Muhammad bin Abu Bakr), Dari Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Abu Ash-Shaif bahwa:
Sebagian Ulama dan orang-orang Shalih ketika Melihat Mushaf Mereka Menciumnya, Dan ketika melihat Kitab-Kitab Hadits mereka menciumnya, Dan ketika melihat Kuburan orang-orang Shalih Mereka Menciumnya, Al-Muhibb Ath-Thabari Mengatakan:
Ini Bukan sesuatu yang Aneh dan Jauh dari Dalil (Wallahu A’lam) dalam segala sesuatu yang Mengandung Unsur Ta’dzim (Pengagungan) kepada Allah Swt”.

IMAM ABDUL GHANI AL-MAQDISI

Al-Imam Al-Hafidh Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al-Maqdisi  Al-Hanbali (wafat 600 H),
Salah seorang Ulama Besar Hanabilah yang Mu’tamad (terpegangi) dalam Madzhab Hanbali yang juga Merupakan  Ahli Haditsnya Madzhab Hanbali.


 Beliau Bertabarruk Ke Makam Imam Ahmad bin Hanbal. Diterangkan didalam:

 Kitab: Al-Mausu’ah Al-Yusufiyyah. Karya: Syaikh Yusuf Khaththar.Halaman: 168.

“Telah Datang keterangan dalam Kitab Al-Hikayat Al-Mantsurah, Karya Al-Imam Al-Hujjah Dhiya’uddin Al-Maqdisi Rahimahullah Ta’ala (wafat 634 H), Beliau berkata:

“Aku pernah mendengar Asy-Syaikh Al-Imam Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al-Maqdisi berkata:

“Di tanganku telah Timbul Semacam (seperti) Bisul. Bisul itu sembuh, Tapi selalu Kambuh lagi. Penyakit ini ada padaku dalam Waktu yang Lama. Maka aku pergi ke Ashbihan dan Pergi ke Baghdad. Aku pergi ke Makam Imam Ahmad bin Hanbal Ra,  Dan aku Usapkan Tanganku ke Makamnya. Dan ternyata Bisul itu bisa Sembuh dan Tidak Kambuh Lagi.

Posting Komentar untuk "Dalil Mengusap Nisan Kuburan dan Menciumnya Ketika Ziarah Kubur"