Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keadaan Orang Dhalim dan Yang Didhalimi

Keadaan Orang Dhalim dan Didhalimi

Misalnya ada orang yang selalu melakukan maksiat kemudian ia meninggal dunia, tapi meninggalnya itu dengan cara tidak wajar dengan cara disantet/diteluh dan sebagainya. apakah benar bahwa dosa yang didhalimi itu berpindah kepada si pelaku santet. Dan apakah orang yang selalu bermaksiat itu terhindar dari dosa (siksa) karena telah ditanggung oleh si pelaku santet?

Jawaban:

Orang yang sering melakukan dosa dinamakan orang fasiq, diriwayatkan dalam kitab Shahih Muslim, Rasulullah SAW. “Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”, mereka (para sahabat) berkata, “Orang bangkrut yang ada diantara kami adalah orang yang tidak ada dirhamnya dan tidak memiliki barang”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan shalat, puasa, dan zakat. Dia datang dan telah mencela si fulan, telah menuduh si fulan (dengan tuduhan yang tidak benar), memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan, dan memukul si fulan. Maka diambillah kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada si fulan dan si fulan. Jika kebaikan-kebaikan telah habis sebelum cukup untuk menebus kesalahan-kesalahannya maka diambillah kesalahan-kesalahan mereka (yang telah ia dhalimi) kemudian dipikulkan kepadanya lalu iapun dilemparkan ke neraka.” (HR Muslim IV/1997 no 2581)."

Sikap kita harus berhusnudhdhaan bahwa walaupun fasiq insyaa Allah husnul khatimah, baik dengan sebab dhalimi atau bisa saja dengan taubatan nashuha.

Kami simpulkan bahwa memang ada orang yang bangkrut karena memiliki sifat dhalim, sebab pahala dari setiap kebaikannya diberikan kepada yang didhalimi dan jika tidak punya kebaikan, maka dosa yang didhalimi diberikan kepada orang yang mendhaliminya.

Hubungannya dengan pertanyaan di atas, karena kita tidak tahu ukuran besar kecilnya dosa pelaku maksiyat, maka kita harus berhusnudhdhan bahwa orang tersebut mungkin saja bertaubat sebelum meninggal dan karena juga didhalimi sehingga diampuni dosa-dosanya dan tidak akan disiksa.


Sedangkan kepada orang yang dhalim kita juga harus berhusnudhdhan bahwa orang yang dhalim tadi mungkin saja sebelum ajalnya bertaubat dan telah banyak berbuat kebajikan sehingga nanti terhindar kebangkrutan dan juga tidak akan disiksa. Karena tidak ada ruginya menjadi orang yang selalu berhusnudhdhan pada orang lain.

Tetapi bagi diri kita sendiri harus menjauhi maksiat dan kedhaliman, karena mungkin saja tidak diampuni oleh Allah, sehingga sifat khauf/takut ada sehingga hati-hati, walau begitu juga harus ada sifat raja'/harapan ampunan dari Allah karena Allah maha pengampun dan besarnya rahmat Allah SWT. begitulah tata cara orang mukmin menyikapi orang lain dan menyikapi dirinya sendiri.

Semoga kita semua diberikan kemampuan menjauhi maksiyat dan kedhaliman dan selalu berbuat kebajikan bi idznillah, aamiin.

Wallaahu a'lam bishshawab.

Oleh Ustadz Abdul Qadir bin Zainuddin Hafidhahullaah, [14:58, 28/8/2018]

Selanjutnya: Hubungan Antara Lisan dan Lidah

Posting Komentar untuk "Keadaan Orang Dhalim dan Yang Didhalimi"