Kisah Wanita Tarim dan Sedekah


Wanita-wanita Tarim adalah wanita yang sangat istimewa dari segala hal. Menjadi istimewa karena mereka dididik dalam jalur Sayyidatuna Fathimah RA. Setiap apa yang mereka lakukan tidak pernah menyimpang dari ajaran al-Qur’an, Sunnah Nabawi serta dari jejak Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra.

Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas berkata:
“Aku bisa mendatangkan dalil dari semua adat Ahli Tarim dari al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.”

Kita lihat bukan dalil ibadah mereka tapi adat (kebiasaan) mereka pun tidak lepas dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Oleh karena itu mereka adalah qiblat kita yang bisa kita tiru sedikit demi sedikit dari sifat-sifat mereka.

Al-Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab berkata: “Jika semua di dunia ini sudah buta, maka Tarim masih bisa melihat dengan satu mata.” Buta yang dimaksud sebab rusaknya akhlaq manusia serta dosa-dosa manusia yang membuat mereka kehilangan perangai serta akhlaq mereka, tapi di Tarim masih ada kebaikan. Bahkan salah seorang habaib berkata: “Siapa orang yang kehilangan akhlaq, maka datanglah ke Kota Tarim niscaya semua yang hilang darimu akan kembali dan menjadi jauh lebih baik.”

Mereka, wanita Tarim berlomba-lomba dalam kebaikan begitu halnya dalam bershadaqah. Mereka sangat senang bershadaqah walaupun di sisi yang lain mereka orang-orang yang miskin dalam segi harta. Tak jarang dari mereka makan sekali sehari. Bahkan yang menjadi makanan pokok mereka kurma dan air sebab keterbatasan ekonomi mereka. Akan tetapi mereka menghadapinya dengan senyum dan besar hati. Bahkan tetangga mereka tidak mengetahui keadaan mereka yang sedang kelaparan sebab dari kekayaan hati mereka membuat nampak kenyang di hadapan tetangga-tetangganya.

Walaupun mereka hidup dalam kekurangan ekonomi, mereka tetap berusaha bershadaqah dengan apapun yang mereka miliki. Demi mengharap pahala, keagungan serta keridlaan di sisi Allah.

Al-Hab ib Ahmad bin Umar bin Smith pernahbercerita, “Salah seorang wanita Tarim meninggal dunia. Ketika ia dimandikan si wanita yang meninggal tersebut tersenyum. Seperti orang yang sedang tertawa dan hal ini membuat kagum wanita-wanita yang memandikannya.

Salah seorang yang memandikannya adalah wanita shalehah. Ia menghampiri sang jenazah seraya berbisik di telinganya, ”Beri tahu aku mengapa kau tersenyum ketika aku memandikanmu?”.

Ketika malam hari si wanita shalehah yang memandikan tadi bermimpi sang jenazah dan berkata: ”Sesungguhnya setiap hari aku bershadaqah pada orang yang pertama kali aku lihat. Ketika suatu hari aku keluar membawa shadaqah, aku tidak menemukan seorang pun untuk kuberikan shadaqah kecuali seekor anak keledai. Maka kuberikan shadaqahku padanya. Dan hal inilah yang pertama aku jumpai yaitu pahala bershadaqah pada anak keledai oleh karena itu aku tersenyum".

Hal yang bisa kita petik dari kisah Wanita Tarim di atas, kaya bukan dengan harta tapi kaya adalah kaya hati. Berapa banyak orang kaya tapi tampak seperti orang miskin yang takut keluarganya mati kelaparan.

Al-Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan berkata, “Orang miskin itu adalah orang yang masih ada dalam dirinya rasa takut miskin”.

”Shadaqah tidak harus menunggu kaya. Shadaqah tidak harus banyak harta, terkadang di hadapan kita kecil tapi di hadapan orang lain sangatlah besar dan berguna. Jangan meremehkan amal yang kecil, yang mungkin di dalamnya ada Keridlaan Allah dan menjadi penyebab keselamatan kita.

Semoga kita mampu meneladani kebaikan-kebaikan yang diperbuat oleh warga Tarim. Aamiin.

Kisah di atas dikutip dari Kitab Majmu’ Kalam Al-Habib Alwi bin Abdullah bin Idrus bin Syahab, hal 43

Baca Juga: Hukum Aurat Terbuka Tanpa Sengaja Ketika Shalat

Posting Komentar untuk "Kisah Wanita Tarim dan Sedekah"