Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Shalat Tarawih 20 Rakaat? Tidak Hanya 8 Rakaat, Begini Jawabannya

Pertanyaan Versi Pertama

SOAL: Ada anggapan dari segelintir orang bahwa mayoritas umat Islam shalat tarawihnya tidak sesuai dengan Sunnah, karena melakukannya dalam 20 raka’at, bukan 8 raka’at. Bagaimana tanggapan Anda?

JAWAB: Justru anggapan segelintir orang tersebut yang keliru. Sejak masa Khulafaur Rasyidin shalat tarawih dilaksanakan dalam 20 raka’at, ditambah 3 raka’at shalat witirnya.


SOAL: Mereka beranggapan bahwa dasar shalat tarawih itu 8 raka’at, ditambah 3 raka’at shalat witir adalah hadits riwayat al-Bukhari berikut ini:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلىَ اِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

“’Aisyah radhiyallahu anha berkata: “Rasulullah SAW tidak pernah melebihi 11 raka’at (shalat malam), baik dalam bulan Ramadlan maupun selainnya.” (HR. al-Bukhari).
Bagaimana tanggapan Anda?

JAWAB: Hadits ‘Aisyah dalam riwayat al-Bukhari di atas memang bukan dalil shalat tarawih. Coba perhatikan, Imam al-Bukhari menulis bab sebelum hadits di atas begini:

بَابُ قِيَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ

Bab shalat malam Nabi SAW pada bulan Ramadlan dan lainnya.

Dari penyajian al-Bukhari di atas, para ulama memberikan beberapa kesimpulan berikut ini:

Pertama, hadits Aisyah di atas tidak memberikan pengertian bahwa shalat melebihi 11 raka’at hukumnya tidak afdlal (tidak utama), apalagi terlarang atau bid’ah.

Kedua, hadits tersebut hanya menginformasikan bahwa shalat malam Rasulullah SAW tidak pernah lebih dari 11 raka’at, baik ketika bulan Ramadlan maupun di luarnya.

Ketiga, informasi bahwa shalat malam Rasulullah SAW tidak pernah lebih dari 11 hanya berdasarkan sepengetahuan Aisyah radhiyallahu ‘anha.


SOAL: Apakah ada bukti riwayat lain bahwa shalat malam Rasulullah SAW lebih dari 11 raka’at?

JAWAB: Ya ada beberapa bukti.

Dalam satu riwayat, shalat malam Rasulullah SAW justru 13 raka’at.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيْ مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشَرَةَ رَكْعَةً. رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَابْنُ الْمُنْذِرِ وَابْنُ خُزَيْمَةَ

“Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah SAW menunaikan shalat malam 13 raka’at.” (HR. Muslim, Ibnu al-Mundzir dalam al-Ausath [5/157] dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya [2/191]).

Shalat malam Rasulullah SAW sebanyak 13 raka’at justru diriwayatkan dari beberapa shahabat antara lain, Zaid bin Khalid al-Juhani, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Aisyah, dan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhum.

Dalam riwayat lain, shalat malam Rasulullah SAW 16 raka’at.

عن علي – رضي الله تعالى عنه – (قال: كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يصلي من الليل ست عشرة ركعة سوى المكتوبة).

Dari Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah SAW selalu menunaikan shalat pada malam hari sebanyak 16 raka’at, selain shalat maktubah (fardhu)”. HR al-Imam Ahmad dengan sanad yang para perawinya tsiqat (dipercaya).
Dalam riwayat lain, shalat malam Rasulullah SAW 17 raka’at.

روى أبو الحسن بن الضحاك عن طاوس مرسلا (قال: كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يصلي من الليل سبع عشرة ركعة).

Abu al-Hasan bin al-Dhahhak meriwayatkan dari Thawus secara mursal, berkata: “Rasulullah SAW selalu menunaikan shalat pada malam hari 17 raka’at”. (Al-Shalihi al-Syami, Subul al-Huda wa al-Rasyad fi Sirah Khair al-‘Ibad, juz 8 hlm 294).
Dari beberapa versi riwayat yang sampai kepada kita, ternyata shalat malam Rasulullah SAW ada 9 riwayat yang berbeda, mulai dari 4, 7, 8, 9, 6, 11, 13, 16 dan 17 raka’at. Semuanya diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits.


SOAL: Berarti kelompok yang memastikan shalat malam Rasulullah SAW hanya 11 raka’at tidak mengetahui tentang beberapa versi riwayat yang ada dalam kitab-kitab hadits?

JAWAB: Mungkin begitu. Dan atau mungkin juga tahu, tetapi memahaminya dengan kacamata olah raga. Misalnya dia berpikir bahwa riwayat 11 raka’at ada dalam Shahih al-Bukhari, dengan begitu berarti 11 raka’at lebih kuat dari riwayat yang lain. Padahal dalam memahami hadits, sistimatika yang diambil oleh para ulama bukan adu kekuatan riwayat.


SOAL: Kalau memang versi shalat malam Rasulullah SAW paling banyak 17 raka’at, lalu bagaimana kalau kita shalat lebih dari 17 raka’at?

JAWAB: Shalat malam termasuk shalat sunnah mutlak yang tidak dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ رَسُولُ اللهِ عَلَيْهِ السَّلاَم صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda: “Shalat malam dikerjakan 2 raka’at, 2 raka’at. Apabila salah seorang kamu khawatir shubuh, shalatlah 1 raka’at, sebagai witir bagi shalat yang telah dikerjakan.” (HR. al-Bukhari [990]).

Hadits di atas memberikan pengertian, bahwa shalat malam tidak memiliki batas tertentu, misalnya harus 8 atau 10 raka’at. Akan tetapi shalat malam boleh dikerjakan berapa saja, dengan dilaksanakan 2 raka’at, 2 raka’at. Dalam hadits lain juga diriwayatkan:

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تُوْتِرُوْا بِثَلاَثٍ تَشَبَّهُوْا بِالْمَغْرِبِ وَلَكِنْ اَوْتِرُوْا بِخَمْسٍ أَوْ بِسَبْعٍ أَوْ بِتِسْعٍ أَوْ بِاِحْدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً أَوْ اَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ. أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ ، وَالْبَيْهَقِىُّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ.

“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian mengerjakan shalat witir 3 raka’at, menyerupai shalat maghrib. Akan tetapi berwitirlah 5, 7, 9. 11 raka’at, atau lebih banyak dari itu.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak [1/446], al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra [3/31], Ibnu Hibban dalam Shahih-nya [6/185], Ibnu al-Mundzir dalam al-Ausath [5/184]). Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Dzahabi dan al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Talkhish al-Habir.

Dalam hadits di atas, terdapat perintah menunaikan shalat witir dengan 7 raka’at, 9 raka’at, 11 raka’at, atau lebih banyak lagi. Hal ini membuktikan bahwa shalat malam, termasuk shalat tarawih lebih dari 11 raka’at, yaitu 23 raka’at, tidak termasuk bid’ah, bahkan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW dalam hadits-hadits shahih.


SOAL: Mengapa shalat tarawih yang dilakukan oleh umat Islam sebanyak 23 raka’at?

JAWAB: Mayoritas umat Islam melakukan shalat tarawih sebanyak 23 raka’at, karena jumlah itu yang dilakukan pada masa sahabat, yaitu masa Khulafaur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum. Al-Imam al-Tirmidzi berkata dalam kitabnya al-Sunan:

وَاخْتَلَفَ أَهْلُ العِلْمِ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ، فَرَأَى بَعْضُهُمْ: أَنْ يُصَلِّيَ إِحْدَى وَأَرْبَعِينَ رَكْعَةً مَعَ الوِتْرِ، وَهُوَ قَوْلُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَهُمْ بِالمَدِينَةِ.
وَأَكْثَرُ أَهْلِ العِلْمِ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ، وَعَلِيٍّ، وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ رَكْعَةً، وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ، وَابْنِ الْمُبَارَكِ، وَالشَّافِعِيِّ.
وقَالَ الشَّافِعِيُّ: وَهَكَذَا أَدْرَكْتُ بِبَلَدِنَا بِمَكَّةَ يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَةً.
وقَالَ أَحْمَدُ: رُوِيَ فِي هَذَا أَلْوَانٌ وَلَمْ يُقْضَ فِيهِ بِشَيْءٍ.
وقَالَ إِسْحَاقُ: بَلْ نَخْتَارُ إِحْدَى وَأَرْبَعِينَ رَكْعَةً عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ.

Ahli ilmu (para ulama) berbeda pendapat tentang shalat malam pada bulan Ramadlan. Sebagian berpendapat, untuk menunaikan shalat 41 raka’at bersama witir, yaitu pendapat penduduk Madinah. Pengamalam berlaku seperti ini di kalangan mereka di Madinah.

Mayoritas ahli ilmu mengikut apa yang diriwayatkan dari Umar, Ali dan lain-lain dari para sahabat Nabi SAW, yaitu 20 raka’at. Ini adalah pendapat al-Tsauri, Ibnu al-Mubarak dan al-Syafi’i.

Al-Syafi’i berkata: Demikianlah aku menjumpai di negeri kami di Makkah, mereka menunaikan shalat 20 raka’at.

Ahmad berkata: Dalam hal ini telah diriwayatkan beberapa versi, dan tidak pernah dipastikan dengan batasan tertentu.

Ishaq berkata: Kami memilih 41 raka’at sesuai apa yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab. (Sunan al-Tirmidzi, juz 2 hlm 162).


SOAL: Apakah riwayat tarawih 23 raka’at dari para sahabat itu riwayat yang shahih?

JAWAB: Pelaksanaan shalat tarawih secara terorganisir dengan satu imam dan di awal malam, belum pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW dan masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. pelaksanaan shalat tarawih tersebut baru dilakukan pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab. Pada awal mula shalat tarawih digagas oleh Khalifah Umar, dilakukan dengan 8 raka’at, plus witir 3 raka’at, dengan imam Ubai bin Ka’ab dan Tamim al-Dari. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’.

Kemudian pada masa-masa selanjutnya, shalat tarawih dilakukan dengan 20 raka’at, dan 3 witir, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’ juga dari jalur Yazid bin Khushaifah. Hal ini dilakukan untuk meringankan kepada jama’ah yang menunaikan shalat tarawih pada waktu itu. Karena ketika shalat tarawih dilakukan dalam 8 raka’at, para imam membacakan 50 atau 60 ayat dalam setiap raka’at, sehingga shalat tarawih selesai menjelang terbitnya fajar. Kemudian karena hal ini dianggap memberatkan bagi jama’ah, lalu sistemnya dirubah menjadi 23 raka’at, di mana dalam setiap raka’at, sang imam hanya membaca 20 atau 30 ayat. Sehingga sedikitnya ayat yang dibaca dalam shalat, dapat tertutupi dengan jumlah raka’at yang lebih banyak.

Pelaksanaan shalat tarawih 23 raka’at pada masa Khalifah Umar tersebut telah dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam al-Khulashah dan al-Majmu’, al-Zaila’i dalam Nashb al-Rayah, al-Subki dalam Syarh al-Minhaj, al-Hafidh Ibnu al-‘Iraqi dalam Tharh al-Tatsrib, al-‘Aini dalam ‘Umdah al-Qari, al-Suyuthi dalam al-Mashabih, Ali al-Qari dalam Syarh al-Muwaththa’, al-Nimawi dalam Atsar al-Sunan dan lain-lain. Syaikh Ismail al-Anshari, salah seorang ulama Wahabi kontemporer telah menshahihkan riwayat tersebut dalam dalam kitabnya, Tashhih Hadits Shalat al-Tarawih ‘Isyrin Rak’ah wa al-Radd ‘ala al-Albani fi Tadh’ifih. Kitab ini sangat bagus untuk dibaca.

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, shalat tarawih tetap dilakukan dalam 23 raka’at, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra (juz 2 hal. 496). Shalat tarawih dengan jumlah 23 raka’at berlangsung hingga masa-masa berikutnya. Kecuali penduduk Madinah yang melakukannya 39 raka’at dan 41 raka’at sejak masa Salaf sebagaimana diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits.


SOAL: Bagaimana dengan shalat tarawih menurut Madzhab Empat?

JAWAB: Menurut madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, jumlah maksimal shalat tarawih adalah 20 raka’at ditambah 3 raka’at shalat witir. Hal ini berdasarkan shalat tarawih yang diriwayatkan dari Khalifah Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum. Sedangkan menurut madzhab Maliki, jumlah raka’at shalat tarawih menurut riwayat yang populer dari Imam Malik adalah 46 raka’at, selain raka’at witir, sebagaimana diceritakan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari. Oleh karena itu pandangan yang membid’ahkan shalat tarawih lebih dari 11 raka’at adalah pandangan yang bid’ah dan tidak sesuai dengan ijma’ ulama salaf yang shaleh.

Pertanyaan Versi Kedua

Apakah hadits shalat  11 rakaat itu termasuk qiyamulail atau shalat tarawih ya? 

Jawaban : 

Pertama Hadits Imam Malik dari Sahabat Yasid bin Rumman.

عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُمَّانَ اَنَّهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِىْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِثَلَاثِ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً.( رواه الامام مالك فى الموطأ).

“Dari Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan : Orang-orang mengerjakan (shalat Tarawih) pada zaman Umar bin Khathbab sebanyak 23 rakaat”. (HR Imam Malik, dalam kitab al-Muwatha, Juz I hlm. 138)

Kedua Hadits riwayat al-Baihaqi dari sahabat Saib bin Yazid dalam kitab Al-Hawy li Al Fatawa li As Suyuthy, Juz I hlm. 350, juga kitab fath al-wahhab Juz I, hlm. 58.

وَمَذْهَبُنَا اَنَّ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً لِمَا رَوَى اْلبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ باِلْاِسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ للهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نَقُوْمُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ _ هَكَذَا ذَكَرَهُ اْلمُصَنِّفِ وَاسْتُدِلَّ بِهِ.

Madzbab kita (Syafi’iyah) menyatakan : shalat Taawih itu dijalankan 20 rakaat. Ini berdasarkan pada hadits nabi yang diriwayatkan Imam Baihaqi dengan sanad shabih, dari Saib bin Yasid, ia mengatakan : kita mengerjakan shalat Tarawih pada masa Umar bin Khathhab dengan 20 akaat ditambah Witir.

Ketiga, pendapat Jumhur fiqih yang terdapat dalam kitab fiqih as-Sunah, Juz II. Hlm. 45

وَصَحَّ النَّاسُ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً. وَهُوَ رَأْىُ الْجُمْهُوْرِ الْفُقَهَاءِ.

Betul bahwa kaum muslimin mengerjakan shalat pada zaman Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan ini pendapat sebagian mayoritas pakar-pakar hokum Islam.

Dalil keempat, dalam kitab Taudbib al-Adillah, Juz III, hlm. 171.

عَنْ اِبْنِ عَبَسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِىْ شَهْرِ رَمَضَانَ فِىْ غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ.رواه البيهقى والطبرنى عن عبد بن حمد.

Ibnu Abbas mengatakan : Rasul shalat di bulan Ramadlan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah Witir (HR Baihaqi dan Thabrani, dari Abd bin Humaid)

Dalil kelima, dalam kitab Hamisy Muhibbah, Jus II, hlm. 446-467.

وَفِىْ تَخْرِيْجِ أَحَادِيْثَ الرَّافِعِيْ لِلْاِمَامِ اْلحَاِفظْ اِبْنِ حَجَرَ مَا نَصَّهُ حَدِيْثُ اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّ بِالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لَيْلَتَيْنِ فَلَمَّا كَانَ فِىْ لَيْلَةِ الثَّالِثَةِ اجْتَمَعَ النَّاسُ فَلَمَّا يَخْرُجَ اِلَيْهِمْ ثُمَّ قَالَ مِنَ الْغَدِّ خَشِيْتُ اَنْ تَفْرُضَ عَلَيْكُمْ فَلَا تُتِيْقُوْنَهَا. متفق على صحته من حديث عائسة رضي الله عنها دون عدد الركعات.

Ada komentarnya ImamRafi’I untuk hadits riwayat Imam Ibnu hajar tentang teks hadits Rasul shalat bersama kaum muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadlan. Ketika tiba di malam ketiga, orang-orang berkumpul, namun Rasulullah tidak keluar. Kemudian, paginya dia bersabda, Aku takut Tarawih diwajibkan atas kalian, dan kalian tidak mampu melaksanakannya. Hadits ini disepakati kesabibannya, tanpa mengesampingkan hadits yang diriwayatkan Aisyah yang tidak menyebut rakaatnya. Sedangkan shalat Tarawih berjama’ah hukumnya sunat ainiyah, memurut ulama khanafiyah hukumnya sunat kifayah. Dalil ini bedasarkan hadits Abu Durahman bin Abdul Qari dalam kitab shaih al-Buhkari.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ الْقَارِيِّ اَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةٌ فِىْ رَمَضَانَ اِلَى اْلمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ اَوْزَاعٌ مُتَفَرَّقُوْنَ يُصَلِّ الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّ الرَّجُلُ فَيُصَلِّ بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ اِنِّي اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيَّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خّرَجَتْ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرَ نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ. (رواه البخاري, ١٨١٧)

“Diriwayatkan dari Abdurrohman bin Abd al-Qori, beliau berkata, “Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin al-Khabtbab ke masjid pada bulan Ramadlan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang-orang shalat tarawih sendiri-sendiri. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada yang shalat dengan berjama’ah”. Lalu Sayyidina Umar berkata, “Saya punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah dengan satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan satu imam. Umar berkata, “ Sebaik-baiknya bid’ab adalah ini. (Shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (HR al-Bukhari :1871).

Dalam tradisi NU, di dalam melaksanakan shalat tarawih berjama’ah biasanya bilal membaca "shalluu sunnatat taraawih.."  yang dibaca pada waktu akan melakukan jama’ah shalat tarawih. Hal ini berdasarkan dalil dalam kitab Al-Qalyubi Juz, I hlm. 125.

(وَيُقَالُ فِى اْلعِيْدِ وَنَحْوِهِ) مِمَّا تُشْرَعُ فِيْهِ الْجَمَاعَةُ كَاالْكُسُوْفِ وَالْاِسْتِسْقَاءِ وَالتَّرَاوِيْحِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) لِوُرُوْدِ فِيْ حَدِيْثِ الشَّيْخَيْنِ فِى اْلكُسُوْفِ وَيُقَاسُ بِهِ وَنَحْوِهِ (اَلصَّلَاةُ جَامِعَةً) وَمِثْلُهُ “هَلُمُّوْا اِلَى الصَّلَاةِ اَوِالْفَلَاحِ اَوِالصَّلَاةِ يَرْحَمُكُمُ اللهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ.ھ

“Di dalam shalat ied dan shalat-shalat yang disyariatkan dilaksanakan secara berjama’ah (seperti shalat khusuf, shalat istisqo dan shalat tarawih) di sunahkan membaca "As-shalaatu Jaami'ah.."  dan bacaan semisalnya seperti "Halummuu ilash shalaah.." atau "Halummuu ilal falaahi yarhamukumullooh.." dan lain sebagainya. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari Muslim tentang shalat kusuf, adapun yang lainnya di kias-kiaskan”.

Kaitannya dengan hadits Riwayat Al Bukhari yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِى رَمَضَانَ وَلَافِى غَيْرِهِ عَلَى اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه البخارى,١٠٧٩)

“Dari Sayyidatuna Aisyah-Radbiyallahu’anba, ia berkata, ”Rasulullah …… tidak pernah menambah shalat malam pada bulan Ramadlan atau bulan lain melebihi sebelas rakaat”.(HR. al-Bukhari,1079)
Hadits diatas sering dijadikan dalil shalat tarawih 11 rakaat. Namun menurut keterangan dalam Kitab Tuhfah al-Muhtaj, Juz 11, hal 229 yang mengutip pendapat Ibnu Hajar A-Haitami (seorang Ulama ahlussunah) mengatakan bahwa hadits tersebut bukanlah dalil salah tarawih 11 rakaat melainkan dalil shalat witir. Sebab berdasarkan kebanyakan riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat witir dan bilangan maksimalnya adalah sebelas rakaat.

Dalam Kitab Kasyfu At-tabarih dikatakan :

وَلمَاَّ كَانَتْ تِلْكَ اْلَاحَادِيْثُ مُتَعَارِضَةٌ وَمُحْتَلِمَةٌ لِلتَّأْوِيْلِ لَمْ تَقُمْ بِهَا الْحُجَّةُ فِى اِثْبَاتِ رَكَعَاتِ التَّرَاوِيْحِ لِتَسَاقُطِهَا فَعَدَّ لْنَا عَنِ اسْتِدْلَالِ بِهَا اِلَى الدَّلِيْلِ اْلقَاطِعِ وَهُوَ اْلاِجْمَاعُ وَهُوَ اِجْمَاعُ اْلمُسْلِمِيْنَ فِى زَمَنِ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى فِعْلِهَا عِشْرِيْنَ رَكْعَةً رَوَاهُ الْبَيْهَقِى بِااسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوْا يَقُوْمُوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرُ بْنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً اھ كشف التاريح ص ١٣

“Karena dalil-dalil tentang bilangan shalat rakaat shalat tarawih saling berlawanan dan memungkinkan adanya ta’wil maka tidak memungkinkan untuk dijadikan hijjah dalam menetapkan rakaat shalatbtarawih karena dalil-dalil tersebut saling menjatuhkan maka dari itu kami tidak mengambil dalildarihadits-hadits tersebut melainkan menggunakan dalil yang Qat’i yaitu ijma’ kebanyakan orang islam ( dilaman Sayyidina Umar RA ) yang melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan hadits riwayat Baihaqi dari sahabat As-Saib bin Yazid RA dengan isnad yang shahih, saib mengatakan : Mereka (orang-orang muslim) mengerjakan shalat tarawih 20 rakaat pada bulan Ramadan di zaman Khalifah Umar RA”.

Lebih lanjut dalam kitab Kasyfu at-Tabarih dikatakan :

وَاِذَا كَانَ اْلاَمْرُ كَذَلِكَ عَلِمْنَا اَنَّ اللَّذِيْنَ صَلُّوْا التَّرَاوِيْحَ الْيَوْمَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ مُخَلِّفُوْنَ لِلْاِجْمَاعِ اِنْ كَانَ فِى اَمْرٍ مَعْلُوْمٍ مِنَ الدِّيْنِ بِاالضَّرُوْرَةِ فَهُوَ كَافِرٌ وَاِلَّا فَهُوَ فَاسِقٌ وَهُمْ مُخَالِفُوْا أَيْضًا لِسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَمَنْ خَالَفَ سُنَّةَ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ فَقَدْ خَالَفَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ غَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِاَنَّهُ قَالَ فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ خُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ (رواه ابو داود والترميذ اھ كشف التاريح ص ١٤)

“Dan jika perfmasalahannya seperti itu (dalil yang Qat’i adalah dalil ijma yang membenarkan bilangan rakaat tarawih 20 rakaat) maka dapat kita ketaahui bahwa mereka yang melaksanakan shalat tarawih 8 rakaat adalah bertentangan dengan ijma' dan orang yang menngingkari ijma tentang permasalahan yang sudah pasti dalam agama adalah kafir atau fasik dan merfeka juga bertentangan dengan sunah khulafaur Rasyidin dan orang yang bertentangan dengan khulafaur Roysidin Juga bertentangan dengan Nabi SAW, karena beliau bersabda “Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan sunnahku dan dengan sunnah Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk sesudahku" (HR. Abu Daud dan At-Tirmidi).

Jawaban Versi Kedua Oleh Team Assatidz Indonesia Mengaji Grup WA

Posting Komentar untuk "Mengapa Shalat Tarawih 20 Rakaat? Tidak Hanya 8 Rakaat, Begini Jawabannya"